Halo teman-teman, pada blog kali ini kita akan membahas
tentang Perkembangan Industri dan UMKM di Indonesia, sebelum kita masuk dalam
pembahasan tentang Perkembangan Industri, mari kita simak pembahasan tentang
definisi Industri di Indonesia. Apa pengertiannya? Berikut ini pembahasannya....
Pengertian Industri di
Indonesia
Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku,
barang setengah jadi atau barang jadi menjadi barang yang bermutu tinggi dalam
penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri.
Dengan demikian, industri merupakan bagian dari proses produksi. Bahan-bahan
industri diambil secara langsung maupun tidak langsung, kemudian diolah,
sehingga menghasilkan barang yang bernilai lebih bagi masyarakat. Kegiatan
proses produksi dalam industri itu disebut dengan perindustrian. Dengan demikian, industri merupakan bagiaan dari proses produksi.
Bahan-bahan industry diambil secara langsung maupun tidak langsung, kemudian
diolah sehingga menghasilkan barang yang bernilai lebih bagi masyarakat.
Kegiatan proses produksi dalam industri itu disebut dengan peridustrian.
Industri di Indonesia merupakan salah satu komponen perekonomian yang penting.
Perindustrian memungkinkan perekonomian kita berkembang pesat dan semakin baik,
sehingga membawa perubahan dalam struktur perekonomian nasional.
Setelah kita mengetahui tentang definisi Industri, selanjutnya kita akan
membahas tentang perkembangan sektor industri yang terjadi di Indonesia. Berikut
ini pembahasannya...
Perkembangan Sektor Industri di
Indonesia
Tahun 1920an industry modern di Indonesia hampir semua
dimiliki oleh orang asing, walau jumlahnya hanya sedikit. Indutri kecil yang
ada pada masa itu berupa industry rumah tangga seperti penggilingan padi,
pembuatan gula merah (tebu dan nira), rokok kretek, kerajinan tekstil, dan
sebagainya tidak terkoordinasi dengan baik. Perusahaan modern hanya ada dua,
yaitu pabrik rokok milik British American Tobaco (BAT) dan perakitan kendaraan
bermotor General Motor Car Assembly. Depresi ekonomi yang melanda Indonesia
tahun 1930an meruntuhkan perekonomian, megakibatkan menurunnya penerimaan
ekspor dari 1.448 gulden menjadi 505 gulden (1929) yang mengakibatkan
pengangguran. Melihat situasi tersebut pemerintah Hindia Belanda mengubah
system dan pola kenijakan ekonomi dari sector perkebunan ke sector industry,
dengan memberi kemudahan dalam pemberian ijin dan fasilitas bagi pendirian
industry baru.
Berdasarkan Sensus Industri Pertama (1939), industry
yang ada ketika itu mempekerjakan 173 ribu orang di bidang pengolahan makanan,
tekstil dan barang logam, semuanya milik asing. Pada masa PD II kondisi
industrialisasi cukup baik. Namun setelah pendudukan Jepang keadaannya
terbalik. Disebabkan larangan impor bahan mentah dan diangkutnya barang capital
ke Jepang dan pemaksaan tenaga kerja (romusha). Setelah Indonesia merdeka,
mulai dikembangkan sector industry dan menawarkan investasi walau dalam tahap
coba-coba. Tahun 1951 pemerintah meluncurkan RUP (Rencana Urgensi
Perekonomian). Program utamanya menumbuhkan dan mendorong industry kecil pribumi
dan memberlakukan pembatasan industry besar atau modern yang dimiliki orang
Eropa dan Cina.
Industrialisasi di
Indonesia semakin menurun semenjak
krisis ekonomi tahun 1998. Kemunduran ini bukanlah
berarti Indonesia tidak memiliki
modal untuk
melakukan
investasi pada industri dalam negeri, tetapi lebih kepada
penyerapan barang hasil produksi industri dalam negeri. Membuka pasar dalam
negeri adalah kunci penting bagi industri Indonesia untuk bisa bangkit lagi
karena saat ini pasar Indonesia dikuasai oleh produk produk asing.
Krisis ekonomi yang dihadapi Indonesia sejak pertengahan tahun 1997
telah memporak-porandakan sebagian besar sektor yang sebelumnya sangat
diunggulkan sebagai motor penggerak perekonomian Indonesia. Sebagai akibatnya,
krisis tersebut telah menimbulkan tiga masalah mendasar. Pertama, krisis
tersebut telah membuat perekonomian Indonesia sempat mengalami kontraksi
sebesar 13,2% pada tahun 1998 dan diikuti oleh pertumbuhan ekonomi yang lambat.
Kedua, sebagai akibat kontraksi dan pertumbuhan lambat tersebut, jumlah
pengangguran terus meningkat dan pada tahun 2002 diperkirakan telah mencapai
9,1 juta orang. Selanjutnya, jumlah setengah penganggur dan penganggur terbuka
diperkirakan mencapai 39,0 juta orang. Ketiga, krisis tersebut telah membuat
semakin memburuknya aspek distribusi atau pemerataan. Situasi tersendatnya
pertumbuhan ekonomi, jumlah pengangguran yang masih besar, serta kondisi
distribusi pendapatan yang timpang masih mewarnai perekonomian Indonesia untuk
beberapa tahun ke depan.
Sebagai akibat dari
ketidakstabilan politik di dalam negeri (termasuk beberapa pemberontakan yang
terjadi berturut-turut selama periode 1945-1965) dan pengelolaan ekonomi yang
jelek oleh Presiden Soekarno, dua dekade pertama dari pembangunan ekonomi
Indonesia sejak kemerdekaan tahun 1945 menciptakan kondisi ekonomi dan sosial
di dalam negeri yang sangat buruk. Sejak tahun 1950, produksi dan investasi di
dalam negeri mengalami stagnasi, atau bahkan menurun drastis dibandingkan pada
masa sebelum kemerdekaan, dan pendapatan riil per kapita pada tahun 1966
dibawah tingkat tahun 1938 (Booth dan McCawley, 1981). Pada awal pemerintahan
Orde Baru di tahun 1966 yang dipimpin oleh Presiden Soeharto, rata-rata orang
Indonesia berpenghasilan hanya sekitar 50 dollar Amerika Serikat (AS) per
tahun; sekitar 60 persen dari anak-anak Indonesia tidak dapat membaca dan
menulis; dan mendekati 65 persen dari jumlah populasi di Indonesia hidup dalam
kemiskinan absolut.
Memasuki era Reformasi, kondisi perindustrian justru semakin parah. Pada
periode 1999 -- 2004, pertumbuhan industri pengolahan menurun ke angka 5 persen
pertahun kendati angka ini masih lebih tinggi daripada pertumbuhan GDP tahunan
pada kurun waktu sama yang hanya tumbuh 4 persen. Akan tetapi penurunan ini
bukannya berhenti malah terus berlanjut. Pada periode 2005 -- 2014, pertumbuhan
industri pengolahan turun lagi dari 5 persen ke kisaran 4,6 persen.
Penurunan ini juga menjadikan sektor perindustrian mengalami pertumbuhan
yang lebih rendah ketimbang GDP yang bisa tumbuh 5,8 persen pertahun pada
periode yang sama. Selain itu kontribusi sektor perindustrian bagi PDB juga
menurun dari 27 persen pada 1997 dan sempat mencapai rekor tertinggi hampir 30
persen pada tahun 2001 lalu terus menurun menjadi 23 persen di tahun
2014.
Selain fakta diatas, industri nasional juga mengalami stagnasi dalam
kontribusinya terhadap total ekspor. Hal ini terlihat salah satunya dari
fakta bahwa kontribusi sektor perindustrian terhadap total ekspor pada 2014
sebesar 67 persen, tidak jauh berbeda dari keadaan 14 tahun sebelumnya yang
memberikan kontribusi 68 persen terhadap total ekspor.
Sesungguhnya penurunan kontribusi dalam total ekspor tidak hanya dialami
oleh sektor perindustrian saja, melainkan juga dialami oleh banyak sektor
ekonomi lainnya seperti pertanian dari 4 persen menjadi 3 persen hingga sektor
migas yang mengalami penurunan kontribusi paling tinggi, yaitu dari 23 persen
pada tahun 2000 menjadi 17 persen pada 2014.
Adapun satu -- satunya sektor ekonomi yang mengalami peningkatan pada
kurunhn waktu yang sama adalah sektor pertambangan dimana kontribusinya
meningkat dari 5 persen menjadi 13 persen dalam periode yang sama. Bahkan pada
antara 2009 -- 2013, kontribusinya pada total ekspor mencapai rata -- rata 17
persen pertahun walaupun terjadi penurunan kontribusi pertambangan pada 2014
karena adanya ketentuan mengenai penerapa hilirisasi sektor mineral.
Awalnya diharapkan sektor migas yang kontribusinya menurun dapat digantikan
oleh sektor perindustrian, tetapi nyatanya pengganti kontribusi itu justru
datang dari sektor pertambangan. Ini berarti ketergantungan negeri ini pada
sektor primer atau ekstraksi sumber daya alam masih tinggi. Ketergantungan
terhadap industri primer tidaklah baik karena hal ini menjadikan perekonomian
sangat dipengaruhi oleh fluktuasi harga -- harga komoditas di pasar
internasional.
Sekarang ini, banyak negara-negara di dunia terus berupaya untuk
menumbuhkan ekonominya. Langkah yang diambil yaitu dalam masalah industri.
Industri memang menjadi faktor fenomenal untuk menunjang perdagangan. Mereka
saling bersaing untuk mendapatkan tempat di pasar global. Karena di dalam pasar
global itu sendiri terjadi perdagangan bebas dari dan tentang suatu negara.
Salah satu hal yang mendukung ialah sektor industrialisasi.
Lalu bagaimana bangsa kita dalam merespon hal tersebut. Apakah bangsa
Indonesia juga telah mempersiapkan dengan matang segala sesuatu yang berkenaan
dengan perekonomian bangsa? Saat ini adalah masa-masa sulit bagi bangsa kita
untuk melepaskan dari keterpurukan ekonomi. Globalisasi semakin membuka
kebebasan negara asing dalam memperluas jangkauan ekonominya di Indonesia,
sehingga bila bangsa kita tidak tanggap dan merespon positif, maka justru akan
memperparah situasi ekonomi dan industri dalam negeri.
Sebagai contoh saja, industri otomotif sepertai Astra, Indomobil, New
Armada. Pada dasarnya perusahaan-perusahaan itu hanya merakit dan kemudian
menjualnya ke masyarakat. Berarti hal itu dapat dikatakan bukan hasil karya
anak negeri, melainkan modal asing yang ada di Indonesia.
Kementerian Perindustrian akan fokus memacu kinerja lima sektor industri
yang mendapat prioritas pengembangan sesuai peta jalan Making Indonesia 4.0.
Adapun lima sektor tersebut, yakni industri makanan dan minuman, tekstil
dan pakaian, otomotif, elektronika, dan kimia.
Menperin menjelaskan, langkah mendongkrak kinerja industri manufaktur
berorientasi ekspor menjadi perhatian utama pemerintah guna memperbaiki neraca
perdagangan sehingga semakin memperkuat struktur perekonomian nasional.
Nilai ekspor dari industri pengolahan nonmigas hingga akhir 2018 nanti
diperkirakan menembus USD130,74 miliar. Capaian ini meningkat dibanding tahun
sebelumnya sebesar USD125,10 miliar. "Saat ini, ekspor produk industri
telah memberikan kontribusi 72,28 persen dari total ekspor nasional,"
imbuhnya.
Berdasarkan data Kemenperin, pada Januari-Oktober 2018, industri otomotif
di Indonesia mengekspor kendaraan roda dua dengan total nilai sebesar USD1,3
miliar. Sedangkan, untuk kendaraan roda empat, dengan nilai USD4,7 miliar.
“Potensi ekspor lainnya juga ditunjukkan oleh industri pakaian, tekstil,
dan alas kaki. Kemudian, industri makanan dan minuman. Seperti di sektor kimia,
industri semen juga kita genjot untuk ekspor, karena kapasitas saat ini sebesar
100 juta ton per tahun, sementara kebutuhan domestik 70 juta ton per tahun.
Namun demikian, memang perlu diperhatikan kombinasi pasar domestik dan ekspor
supaya volumenya meningkat," paparnya.
Di samping itu, Menperin mengemukakan, Indonesia masih menjadi negara tujuan
utama untuk lokasi investasi. Bahkan, adanya perang dagang antara Amerika
Serikat dan China, dinilai membawa peluang bagi Indonesia.
Beberapa perusahaan ada yang sudah menyatakan minat investasi di Indonesia,
seperti industri otomotif dari Korea dan Jerman. Juga ada salah satu perusahaan
yang tengah melihat Batam untuk memproduksi smartphone," sebutnya.
Hingga saat ini, investasi industri nonmigas diperkirakan mencapai Rp226,18
triliun. Dari penanaman modal tersebut, total tenaga kerja di sektor industri
yang telah terserap sebanyak 18,25 juta orang. Jumlah tersebut naik 17,4 persen
dibanding tahun 2015 di angka 15,54 juta orang.
Untuk itulah, seharusnya bangsa ini lebih dalam untuk meningkatkan sumber
daya manusianya. Dengan demikian dapat disimpulkan ilmu pengetahuan dan
teknologi ialah sarana dalam mengembangkan SDM termasuk menumbuh kembangkan
industrialisasi dan menjalankan perekonomian bangsa dengan baik .
Klasifikasi
Industri berdasarkan Surat Keputusan Menteri Perindustrian
Selain pengklasifikasian industri tersebut di atas,
ada juga pengklasifikasian industri berdasarkan Surat Keputusan Menteri
Perindustrian Nomor 19/M/ I/1986 yang dikeluarkan oleh Departemen Perindustrian
dan Perdagangan. Adapun pengklasifikasiannya adalah sebagai berikut:
a) Industri Kimia
Dasar (IKD). Industri Kimia Dasar merupakan industri yang memerlukan: modal
yang besar, keahlian yang tinggi, dan menerapkan teknologi maju. Adapun
industri yang termasuk kelompok IKD adalah sebagai berikut:
1) Industri kimia
organik, misalnya: industri bahan peledak dan industri bahan kimia tekstil.
2) Industri kimia
anorganik, misalnya: industri semen, industri asam sulfat, dan industri kaca.
3) Industri
agrokimia, misalnya: industri pupuk kimia dan industri pestisida.
4) Industri
selulosa dan karet, misalnya: industri kertas, industri pulp, dan industri ban.
b) Industri Mesin
Logam Dasar dan Elektronika (IMELDE). Industri ini merupakan industri yang
mengolah bahan mentah logam menjadi mesin-mesin berat atau rekayasa mesin dan
perakitan. Adapun yang termasuk industri ini adalah sebagai berikut:
1) Industri mesin
dan perakitan alat-alat pertanian, misalnya: mesin traktor, mesin hueler, dan
mesin pompa.
2) Industri
alat-alat berat/konstruksi, misalnya: mesin pemecah batu, buldozer, excavator,
dan motor grader.
3) Industri mesin
perkakas, misalnya: mesin bubut, mesin bor, mesin gergaji, dan mesin pres.
4) Industri
elektronika, misalnya: radio, televisi, dan komputer.
5) Industri mesin
listrik, misalnya: transformator tenaga dan generator.
6) Industri
keretaapi, misalnya: lokomotif dan gerbong.
7) Industri
kendaraan bermotor (otomotif), misalnya: mobil, motor, dan suku cadang
kendaraan bermotor.
8) industri pesawat,
misalnya: pesawat terbang dan helikopter.
9) Industri logam
dan produk dasar, misalnya: industri besi baja, industri alumunium, dan
industri tembaga.
10) Industri perkapalan, misalnya:
pembuatan kapal dan reparasi kapal.
11) Industri mesin dan peralatan pabrik,
misalnya: mesin produksi, peralatan pabrik, the blower, dan kontruksi.
c) Aneka Industri
(AI). Industri ini merupakan industri yang tujuannya menghasilkan bermacammacam
barang kebutuhan hidup sehari-hari. Adapun yang termasuk industri ini adalah
sebagai berikut:
1) Industri
tekstil, misalnya: benang, kain, dan pakaian jadi.
2) Industri alat
listrik dan logam, misalnya: kipas angin, lemari es, dan mesin jahit, televisi,
dan radio.
3) Industri kimia,
misalnya: sabun, pasta gigi, sampho, tinta, plastik, obatobatan, dan pipa.
4) Industri pangan,
misalnya: minyak goreng, terigu, gula, teh, kopi, garam dan makanan kemasan.
5) Industri bahan
bangunan dan umum, misalnya: kayu gergajian, kayu lapis, dan marmer
d) Industri Kecil (IK).
Industri ini merupakan industri yang bergerak dengan jumlah pekerja sedikit,
dan teknologi sederhana. Biasanya dinamakan industri rumah tangga, misalnya:
industri kerajinan, industri alat-alat rumah tangga, dan perabotan dari tanah
(gerabah).
1) Industri
pariwisata
Industri ini merupakan industri yang menghasilkan
nilai ekonomis dari kegiatan wisata. Bentuknya bisa berupa: wisata seni dan
budaya (misalnya: pertunjukan seni dan budaya), wisata pendidikan (misalnya:
peninggalan, arsitektur, alat-alat observasi alam, dan museum geologi), wisata
alam (misalnya: pemandangan alam di pantai, pegunungan, perkebunan, dan
kehutanan), dan wisata kota (misalnya: melihat pusat pemerintahan, pusat
perbelanjaan, wilayah pertokoan, restoran, hotel, dan tempat hiburan).
Setelah kita mengetahui tentang definisi dan perkembangan Industri di
Indonesia, maka selanjutnya kita akan membahas tentang UKM, tetapi terlebih
dahulu kita akan membahas tentang definisi UMKM. Berikut ini pembahasannya.
Pengertian UMKM
UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) adalah usaha produktif yang dimiliki
perorangan maupun badan usaha yang telah memenuhi kriteria sebagai usaha mikro.
Menurut Keppres RI No. 19 Tahun 1998, pengertian UMKM adalah kegiatan
ekonomi rakyat pada skala kecil yang perlu dilindungi dan dicegah dari
persaingan yang tidak sehat.
Menurut peraturan perundang-undangan No. 20 tahun 2008, sesuai pengertian
UMKM tersebut maka kriteria UMKM dibedakan secara masing-masing meliputi usaha
mikro, usaha kecil, dan usaha menengah.
Lalu, setelah membahas tentang definisi UMKM, kita akan membahas tentang
perkembangan UMKM di Indonesia. Bagaimana perkembangannya? Mari kita simak
pembahasannya di bawah ini.....
Perkembangan UMKM di
Indonesia
Dilihat dari
perkembangannya yang signifikan peran UKM juga sebagai penyumbang PDB terbesar
diindonesia. Pada tahun 2007 hingga tahun 2012 menunjukan peningkatan jumlah
PDB UKM dari Rp 2,107,868.10 menjadi Rp 4,869,568.10 milyar.
Hal tersebut menunjukan bagaimana peran UKM
sangat dominan dalam pertumbuhan ekonomi indonesia. Sehingga dapat memacu pada
arah menuju UKM yang lebih baik dalam hal ekonomi dan pemberdayaan nya. UKM
juga merupakan cikal bakal dari tumbuhnya usaha besar " hampir semua usaha
besar berawal dari UKM ". UKM harus terus ditingkatkan dan aktif agar
tetap maju dan bersaing dengan perusahaan besar.
Jika UKM tidak ada di indonesia , indonsia
tidak maju dan berkembang, berkembangnya UKM diindonesia dipacu oleh
langkah-langkah yang semata-mata tidak merupakan langkah yang harus diambil
oleh pemerintah dan merupakan tanggung jawab dari pemerintah itu sendiri.
Permasalahan klasik yang dihadapi yaitu rendahnya produktivitas.
Keadaan ini disebabkan oleh masalah internal dan masalah eksternal. Berdasarkan
pemaparan diatas maka dapat disimpulkan bahwa : *Usaha Kecil Menengah (UKM)
indonesia telah membuktikan perannyan sebagai kontributor pertumbuhan ekonomi
indonesia, dengan membuktikan diri secara historis tahan terhadap krisis
Perkembangan peran UKM
yang besar ditunjukan oleh jumlah unit usaha dan pengusaha, serta kontribusinya
terhadap pendapatan Nasional dan penyediaan lapangan kerja. Perkembangan UKM
yang meningkat dari segi kuantitas tersebut belum diimbangi oleh meratanya
peningkatan kualitas UKM.
UKM juga didukung oleh
sektor perbankan yang sangat penting terutama dalam hal pendanaan seperti
peminjaman. Khususnya dalam hal modal apalagi merupakan investor dari dalam
atau luar negri tidak dapat kita lupakan , karena itu merupakan pemacu supaya
UKM dapat menambah peluang lebih bagus. Ada juga 3 hal masalah yang membuat UKM
jadi pembicaraan diseminar yaitu pasar, modal dan teknologi.
Dan terdapat juga hal yang harus diperhatikan
dalam pengembangan UKM yaitu : kondisi kerja, promosi usaha baru, alses
informasi, akses pembicaraan, akses pasar, peningkatan kualitas produk dan
SDM.
Dan salah satu langkah
strategis untuk mengamankan UKM dari ancaman dan tantangan krisis global adalah
dengan melakukan penguatan pada multi aspek. Beberapa kewirausahaan dalam mengatasi
tantangan di UKM adalah Memiliki daya pikir kreatif, Bertindak inovatif Berani
mengambil resiko, dan menyesuaikan profil resiko serta mengetahui resiko dan
manfaat dari suatu bisnis. Memang cukup berat tantangan yang dihadapi untuk
memperkuat struktur perekonomian nasional. Pembinaan pengusaha menengah. Namun
disadari pula bahwa pengembangan usaha kecil menjadi pengusaha menengah.
Namun disadari pula bahwa pengembangan
usaha kecil menghadapi beberapa kendala seperti tingkat kemampuan,
keterampilan, keahlian, manajemen sumber daya manusia, kewirausahaan, pemasaran
dan keuangan. lemahnya kemampuan manajerial dan sumber daya manusia ini
mengakibatkan pengusaha kecil tidak mampu menjalankan usahanya dengan baik.
Pemberdayaan usaha kecil menengah
merupakan langkah yang strategis dalam meningkatkan dan memperkuat dasar
kehidupan perekonomian dri sebagian terbesar rakyat Indonesia, khususnya
melalui penyediaan lapangan kerja dan mengurangi kesenjangan dan tingakat
kemiskinan.
Pada Tahun 2014-2016 jumlah UMKM lebih
dari 57.900.000 unit dan pada tahun 2017 jumlah UMKM diperkirakan berkembang
sampai lebih dari 59.000.000 unit. Dan pada Tahun 2016, Presiden RI menyatakan
UMKM yang memiliki daya tahan tinggi akan mampu untuk menopang perekonomian
negara, bahkan saat terjadi krisis global. Pada November 2016 Presiden Joko
Widodo (Jokowi) menerima para pelaku UMKM di Istana Merdeka untuk dimintai
pendapatnya. Jokowi sangat berharap pelaku UMKM menjadi garda terdepan dalam
membangun ekonomi rakyat.
UMKM telah menjadi tulang punggung
perekonomian Indonesia dan ASEAN. Sekitar 88,8-99,9% bentuk usaha di ASEAN
adalah UMKM dengan penyerapan tenaga kerja mencapai 51,7-97,2%. UMKM memiliki
proporsi sebesar 99,99% dari total keseluruhan pelaku usaha di Indonesia atau
sebanyak 56,54 juta unit. Oleh karena itu, kerjasama untuk pengembangan dan
ketahanan UMKM perlu diutamakan.
Perkembangan potensi UMKM di Indonesia
tidak terlepas dari dukungan perbankan dalam penyaluran kredit kepada pelaku
UMKM. Menurut data Bank Indonesia, setiap tahunnya kredit kepada UMKM mengalami
pertumbuhan. Walaupun pada 2015, sekitar 60%-70% dari seluruh sektor UMKM belum
mempunyai akses pembiayaan melalui perbankan.
Bank Indonesia telah mengeluarkan
ketentuan yang mewajibkan kepada perbankan untuk mengalokasikan
kredit/pembiayaan kepada UMKM mulai Tahun 2015 sebesar 5%, 2016 sebesar 10%,
2017 sebesar 15%, dan pada akhir Tahun 2018 sebesar 20%.
Kontribusi sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) terhadap produk
domestik bruto nasional diproyeksi tumbuh 5% sepanjang 2019.
Ketua Asosiasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah Indonesia (Akumindo) Ikhsan
Ingratubun menjelaskan, dengan estimasi pertumbuhan itu, dia meyakini total
kontribusi UMKM terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional tahun ini dapat
mencapai 65% atau sekitar Rp2.394,5 triliun.
Adapun, realisasi kontribusi UMKM terhadap PDB nasional tahun lalu mencapai
sekitar 60,34%. Prediksi pertumbuhan kontribusi
UMKM terhadap PDB 2019 sekitar 5%, terutama dari UMKM pemula dengan pemasaran
lewat platform daring, dibarengi dengan usaha mikro dari sektor jasa kurirUntuk
mencapai proyeksi tersebut, dia menyatakan UMKM memerlukan dukungan dari
pemerintah terutama soal akses pendanaan tambahan.
Pasalnya, kebijakan kredit usaha rakyat (KUR) yang difasilitasi pemerintah
belum cukup efektif dalam mendorong kinerja UMKM karena hanya diberikan kepada
usaha perdagangan, bukan usaha produksi. Sebagai alternatifnya, dia menyarankan
agar pemerintah memperbanyak penyaluran pendanaan dengan pola hibah syariah
sebagaimana ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo dalam program Dana Desa
melalui permodalan BUMDes. Namun, pola
dana hibah seperti itu juga perlu diperluas sasaran distribusinya agar juga
dapat dirasakan oleh para pelaku UMKM di kabupaten/kota.
Sementara itu, ekonom Institute for Development of Economics and Finance
(Indef) Bhima Yudhistira menilai, proyeksi pertumbuhan kontribusi UMKM terhadap
PDB sebesar 5% pada 2019 cukup realistis, karena sejalan dengan estimasi pertumbuhan
ekonomi yang berkisar antara 5%—5,2%. Dia menambahkan, tahun politik juga
berpotensi memberikan berkah tersendiri bagi pelaku UMKM di sejumlah subsektor.
UMKM mendapat dorongan permintaan dari tahun politik karena konsumsi
makanan minuman dan pakaian diharapkan jadi tinggi. Namun, untuk UMKM yang
berorientasi ekspor memang cukup berat karena ada perlambatan ekonomi global
akibat ketidakpastian perang dagang.
Selain itu, pada tahun ini tantangan yang akan dihadapi oleh UMKM masih
berkaitan dengan naiknya bunga kredit perbankan. Meskipun bunga KUR cukup murah
yaitu di kisaran 7%, tidak semua UMKM dapat menikmati fasilitas tersebut.
Guna mendorong kinerja UMKM pada tahun ini, dia merekomendasikan sejumlah
upaya yang harus dilakukan oleh pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan
terkait. Beberapa di antaranya adalah pendampingan UMKM untuk merambah platform
digital dan pasar ekspor, mendorong inovasi produk UMKM melalui kemitraan
dengan pelaku usaha besar, serta memperbesar porsi KUR untuk sektor produktif
di luar perdagangan.
Founder Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo
memaparkan, kontribusi pajak UMKM pada tahun lalu mencapai sekitar Rp6 triliun,
masih sangat kecil jika dibandingkan dengan total penerimaan pajak sekitar
Rp1.300 triliun.
Rendahnya penerimaan pajak UMKM tersebut disebabkan karena masih banyak
UMKM yang belum terdaftar, rumitnya administrasi, serta belum banyaknya UMKM
yang mengenal sistem pembukuan. Sasaran pajak UMKM adalah registrasi
sebenarnya, bukan kepatuhan. Saat ini kan seolah-olah UMKM takut bayar pajak
maka PPh final diringankan. Padahal, seharusnya dibalik, kalau UMKM terdaftar
maka akan dapat insentif, dan insentif yang perlu diberikan pemerintah kepada
UMKM antara lain memberikan pemahaman mengenai pembukuan sehingga UMKM dapat
mendapatkan akses permodalan dan penetrasi pasar yang lebih baik.
Selain itu, upaya sosialisasi juga perlu terus dilakukan guna meningkatkan
literasi perpajakan kepada UMKM. Hal tersebut penting untuk menghindari risiko
denda perpajakan yang berpotensi menggerus keuntungan usaha para pelaku UMKM
akibat ketidakpahaman mengenai pajak.
Di samping itu, UMKM juga akan menghadapi perdagangan bebas pada tahun
2020. Pada tahun tersebut telah disepakati untuk melaksanakan perdagangan bebas
bagi ekonomi yang masih berkembang termasuk Indonesia.
Sejalan dengan itu, sesuai amanat Ketetapan Majelis Permusyarawatan Rakyat
Republik Indonesia nomor XVI/MPR-RI/1998 tentang Politik Ekonomi dalam rangka
Demokrasi Ekonomi, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dan Undang–undang Republik
Indonesia nomor 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, untuk
itu perlu diberdayakan sebagai bagian integral ekonomi rakyat yang mempunyai
kedudukan, peran, dan potensi strategis untuk mewujudkan struktur perekonomian
nasional yang makin seimbang, berkembang, dan berkeadilan. Maka dari itu, peran
pemerintah pusat dan pemerintah daerah maupun para stakeholder diharapkan dapat
memberikan pemberdayaan bagi UMKM.
Adapun UMKM dalam era tahun politik dan era perdagangan bebas ini,
diharapkan dapat menangkap peluang yang baik dan apabila salah dalam mengambil
keputusan usaha akan menjadi tantangan yang begitu fatal. Maka dari itu, bentuk
tantangan dan peluang yang sangat strategis dalam mengisi pesta demokrasi
politik maupun persaingan pasar global diharapkan mampu memberikan multiflier
effect bagi UMKM.
Dalam hal ini, wajah UMKM yang pantas ditampilkan untuk menghadapi strategi
dalam mengisi keperluan dan kebutuhan pesta demokrasi politik, juga mampu
bersaing dalam pasar global yaitu UMKM yang memiliki strategi entrepreneurship
yang berbasiskan kearifan lokal dan teknologi. Sedangkan kondisi pertumbuhan
ekonomi saat ini, masih sangat lambat. Hal tersebut dapat dilihat dari
pertumbuhan ekonomi pada tahun 2016 mencapai 5,25 persen dan pada tahun 2017
pertumbuhannya mencapai 5,07 persen sedangkan pada tahun 2018 pertumbuhannya
mencapai 5,27 persen begitu pula pada tahun 2019 diproyeksikan pertumbuhannya
mencapai 5,3 persen
Ini berarti dengan melihat kondisi pertumbuhan ekonomi tersebut akan
berdampak juga terhadap perkembangan UMKM pada tahun 2018 sebanyak 59,2 juta
orang dan UMKM yang sudah go online 3,9 juta orang sedangkan pada tahun 2019
UMKM yang sudah go online diproyeksikan 8 juta orang.
Dengan iklim ekonomi pada tahun 2018 akan berdampak
terhadap wajah UMKM pada tahun 2019 yang lebih tangguh dan mandiri. Karena
wajah UMKM ke depan diharapkan mampu mengkolaborasi antara demokrasi politik
dengan demokrasi ekonomi dan struktur ekonomi yang berbasiskan
entrepreneurship, teknologi ekonomi, dan kearifan lokal, sehingga wajah UMKM
pada tahun 2019 sudah siap menghadapi karut-marutnya pesta demokrasi politik
dan era perdagangan bebas yang penuh dengan dinamika politik ekonomi baik
secara mikro ekonomi maupun makro ekonomi.
Dengan demikian upaya
untuk memberdayakan UKM harus terencana, sistematis dan menyeluruh baik pada
tataran makro, meso dan mikro yang meliputi:
(1) pencipta iklim usaha
dalam ranka membuka kesempatan berusaha seluas luasnya, serta menjamin
kepastian usaha disertai adanya efisiensi ekonomi
(2) pengembangan sistem
pendukung hukum usaha bagi UKM untuk meningkatkan akses kepada sumber daya
produktif sehinga dapat memanfaatkan kesempatan yang terbuka dan potensi sumber
daya, terutama sumber daya lokal
(3) pengembangan
kewirausahaan dan keungulan kompetitif UKM
(4) pemberdayaan usaha
sekala mikro, terutama yang masih berstatus kluarga miskin.
Jadi, industri dan UMKM
di Indonesia perlu dikembangkan karena merupakan sektor pembangunan perekonomian
di Indonesia, yang sangat diharapkan akan terus berkembang untuk mengahadapi
arus globalisasi yang semakin maju dengan tingkat persaingan yang tinggi.
Referensi :