Hallo teman-teman semua, pada
pembahasan kali ini kita akan membahas tentang bagaimana keadaan atau kondisi
investasi pasca pemilu. Nah, disini kita akan membahasnya kedalam 2 bagian,
yaitu sebelum pengumuman resmi dari kpu dan sesudah pengumuman resmi dari kpu
Yang pertama kita akan membahas
tentang situasi investasi sebelum pengumuman resmi dari kpu, mari kita simak
pembahasannya di bawah ini...
Masyarakat
Indonesia telah melaksanakan Pemilu serentak pada 17 April lalu. Meski hasil
pemenang Pemilu masih harus menunggu hasil hitung nyata (real count) Komisi
Pemilihan Umum (KPU), pelaku pasar terlihat antusias untuk kembali bertransaksi
di pasar keuangan. Seperti apa arah investasi pasca-Pemilu 2019? Sejumlah perusahaan
manajemen investasi dan sekuritas memberikan bocoran strategi investasinya
untuk Anda ikuti.
Kepala Makro Ekonomi dan Direktur Strategi Investasi PT Bahana TCW Investment Management (BTIM) Budi Hikmat mengatakan, dampak pemilu terhadap pasar modal tahun ini tidak sekuat pemilu-pemilu sebelumnya yang dilaksanakan sejak era reformasi. Hal ini disebabkan oleh berakhirnya era super commodity booming yang memicu defisit neraca berjalan selama lima tahun terakhir. Ketika harga komoditas melonjak, Indonesia meraup devisa yang melimpah dari hasil ekspor komoditas sehingga menopang surplus neraca berjalan. Hasil penjualan komoditas ini juga memperkuat daya beli masyarakat. Kondisi ini tercermin pada peningkatan uang beredar (M1) yang kemudian digunakan untuk membeli kendaraan bermotor, properti, semen, dan lain-lain yang berdampak pada peningkatan laba emiten. Tidak mengherankan jika Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melambung naik setiap tahun pemilu.
Kepala Makro Ekonomi dan Direktur Strategi Investasi PT Bahana TCW Investment Management (BTIM) Budi Hikmat mengatakan, dampak pemilu terhadap pasar modal tahun ini tidak sekuat pemilu-pemilu sebelumnya yang dilaksanakan sejak era reformasi. Hal ini disebabkan oleh berakhirnya era super commodity booming yang memicu defisit neraca berjalan selama lima tahun terakhir. Ketika harga komoditas melonjak, Indonesia meraup devisa yang melimpah dari hasil ekspor komoditas sehingga menopang surplus neraca berjalan. Hasil penjualan komoditas ini juga memperkuat daya beli masyarakat. Kondisi ini tercermin pada peningkatan uang beredar (M1) yang kemudian digunakan untuk membeli kendaraan bermotor, properti, semen, dan lain-lain yang berdampak pada peningkatan laba emiten. Tidak mengherankan jika Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melambung naik setiap tahun pemilu.
Pemilu kali ini ditandai dengan pelemahan pertumbuhan M1 yang sejalan dengan defisit neraca berjalan yang berisiko membatasi kenaikan IHSG. Ada lima faktor utama yang dicermati dalam kondisi normal dengan singkatan ELVIS. Faktor pertama adalah pendapatan (earning) emiten untuk menarik investor masuk ke saham tersebut. Kedua adalah likuiditas (liquidity), khususnya arus modal masuk dari luar negeri. Ketiga adalah faktor valuasi (valuation), misalnya berdasarkan price earning ratio (PER).
Keempat, faktor suku bunga (interest rate) terutama suku bunga acuan dari bank sentral. Kelima, faktor sentimen (sentiment) yang diukur berdasarkan angka credit default swap (CDS) Indonesia. Sentimen menjadi faktor utama di pasar modal, terutama ketika terjadi perubahan drastis kebijakan The Fed yang mengakhiri pengetatan likuiditas dan berakhirnya stimulus pajak Presiden Donald Trump. Dampaknya, arus modal asing kembali masuk ke negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Sejak awal tahun ini, arus modal asing yang masuk ke pasar obligasi mencapai US$ 6 miliar atau sekitar Rp 84 triliun. Adapun dana asing yang masuk ke pasar saham mencapai Rp 15,21 triliun. Menurut Budi, hal ini menunjukkan apresiasi investor asing terhadap Indonesia, bukan hanya terhadap pelaksanaan Pemilu tetapi juga kesigapan otoritas moneter dan fiskal dalam menghadapi gejolak global pada 2018. Angka CDS yang cenderung menurun juga menunjukkan kepercayaan investor asing bahwa risiko gagal bayar utang Indonesia rendah. "Ada peluang Bank Indonesia bakal melonggarkan likuiditas termasuk melalui penurunan suku bunga bila The Fed tidak lagi menaikkan bunga, sementara penyaluran kredit masih belum memuaskan," kata Budi.
Arus Modal Asing Lebih Besar di Pasar Obligasi Berdasarkan indikator SLIVE, Budi melihat alokasi arus modal asing di pasar surat berharga negara (SBN) akan lebih besar ketimbang di pasar modal. Investor asing memanfaatkan imbal hasil SBN yang relatif tinggi sejalan dengan penurunan imbal hasil treasury bond dan peluang penguatan rupiah hingga akhir tahun. “Semarak di pasar SBN menjadi prasyarat peluang kenaikan di pasar saham yang juga menunggu penguatan daya beli masyarakat," kata Budi. Hal ini akan terwujud jika pemerintah mampu memacu kinerja ekspor manufaktur dan pariwisata sebagai mesin penghasil valas selain komoditas primer. Budi memproyeksikan imbal hasil saham tahun ini sejalan dengan pertumbuhan laba perusahaan sebesar 10-12%. Alhasil, IHSG berpeluang ditutup di level 6.800-6.900 pada akhir 2019. Imbal hasil investasi di saham ini lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi yang diproyeksikan sekitar 3-4%. Hasil Hitung Cepat Sesuai Ekspektasi Pelaku Pasar Hasil hitung cepat (quick count) yang dilakukan sejumlah lembaga survei menunjukkan pasangan calon (paslon) 01 Joko Widodo-Ma'ruf Amin unggul dari paslon 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Beberapa sekuritas menyebut hasil hitung cepat ini sesuai dengan ekspektasi pasar. Kepala Riset PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Hariyanto Wijaya, mengatakan hasil hitung cepat tujuh lembaga survei menunjukkan suara untuk Jokowi mendekati 55%. Angka ini tidak jauh berbeda dengan elektabilitas Jokowi pra-pemilu dan suara yang diraihnya dalam Pemilu 2014 sebesar 53,15%. Partai-partai yang berada di dalam Koalisi Indonesia Kerja juga mendapatkan suara yang cukup tinggi dalam Pemilihan Legislatif (Pileg). Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) berada di posisi teratas dengan meraup 19,9% suara versi hitung cepat. Partai Golkar di posisi ketiga dengan 12% suara. "Berdasarkan quick count, partai koalisi Jokowi meraih 60,5% kursi di DPR," kata Hariyanto dalam riset Strategy Focus. Dengan menguasai mayoritas kursi di parlemen, pemerintahan baru akan lebih efektif dan lebih mudah mendapatkan persetujuan dari DPR.
Pasca-pemilu, Hariyanto memprediksi arus modal asing akan semakin kencang masuk ke pasar modal Indonesia. Hingga pertengahan April 2019, Indonesia mencatat arus modal asing terbesar kedua di pasar saham negara-negara berkembang, yakni sebesar US$ 1 miliar atau sekitar Rp 14 triliun. Ketidakpastian kondisi politik di Indonesia diprediksi berakhir setelah KPU mengumumkan pemenang Pilpres pada 22 Mei mendatang. Indikator lainnya adalah penguatan nilai tukar rupiah sebesar 2,1% sejak awal tahun ini. Kebijakan The Fed yang mempertahankan suku bunga acuannya akan mendorong arus modal asing masuk sehingga rupiah berpeluang menguat ke level Rp 13.920 per dolar AS pada akhir 2019. Hal senada disampaikan Analis Danareksa Sekuritas Helmy Kristanto. Hasil hitung cepat dari sembilan lembaga survei menunjukkan Jokowi unggul atas Prabowo dengan selisih 8,24%-11,2%. Elektabilitas Jokowi-Ma'ruf mencapai 54,12%-55,6% sedangkan Prabowo-Sandi mencapai 44,4%-45,8%. Pasca pengumuman hitung cepat, Prabowo mendeklarasikan kemenangannya dalam Pilpres 2019 berdasarkan hasil hitung nyata internal dengan 62% suara. Hasil hitung nyata resmi dari KPU yang menjadi penentu akan diumumkan paling lambat pada 22 Mei 2019. Hasil hitung cepat disambut positif oleh para pelaku pasar dengan kenaikan IHSG sebesar 0,4% ke level 6.507,22 poin pada Kamis (18/4). Menurut Helmy, berlanjutnya pemerintahan Jokowi memberikan kepastian terhadap kebijakan pemerintah di bidang infrastruktur, kesehatan, pendidikan, dan dana bantuan sosial. "Kemenangan Jokowi dalam beberapa hasil quick count akan memperkuat level kepercayaan terhadap pasar saham Indonesia, akan semakin banyak dana asing yang masuk dan menarik investor domestik yang semula berhati-hati," kata Helmi dalam riset The Big Day: Jokowi Leads in Quick Count. Arus masuk dana asing ke pasar saham dan obligasi akan mendukung penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Prospek defisit neraca berjalan akan membaik dan memperbesar peluang bagi BI untuk memangkas suku bunga acuannya.
Saham-saham
Pilihan Saham-saham apa saja yang berpotensi menghasilkan keuntungan bagi
investor pasca-pemilu? Danareksa membaginya dalam tiga segmen. Saham-saham yang
layak dikoleksi pasca-pemilu adalah saham emiten konstruksi dan semen, seperti
PT Wijaya Karya Tbk (WIKA), PT Waskita Karya Tbk (WSKT), dan PT Semen Indonesia
Tbk (SMGR). Saham-saham yang akan terdongkrak menjelang Lebaran adalah saham PT
Astra International Tbk (ASII), PT Indofood CBP Tbk (ICBP), dan PT HM Sampoerna
Tbk (HMSP). Adapun saham-saham yang sensitif terhadap suku bunga adalah saham
bank dan properti, seperti PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) dan PT Ciputra
Development Tbk (CTRA). Sementara itu, Mirae Asset Sekuritas merekomendasikan
saham emiten retail, perbankan, dan konstruksi. Saham-saham yang menjadi
pilihannya adalah PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk (RALS), PT Ace Hardware Tbk
(ACES), BBNI, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), PT PP Tbk (PTPP), dan WIKA.
Selain itu, Usai pemilihan umum (pemilu) investor cenderung
memborong reksa dana saham. Serta, ada juga perubahan portofolio investasi dari konservatif menjadi
agresif. Investment and Sales Head Bank Mega
Abraham mengatakan yang menarik setelah
pemilu 90% investor membeli reksa dana saham dan bekerja sama dengan Manulife Aset Manajemen
Indonesia menyediakan enam produk yang menarik bagi investor.
Di reksa dana yang menarik tidak hanya reksa dana saham, melainkan masih ada produk yang tidak kalah menarik seperti reksa dana pendapatan tetap (fixed income).
Di reksa dana yang menarik tidak hanya reksa dana saham, melainkan masih ada produk yang tidak kalah menarik seperti reksa dana pendapatan tetap (fixed income).
Ada equity yang berbasis blue
chip, seperti Manulife Dana Saham, yang berbasis syariah juga ada, Yang
berbasis dolar AS juga ada. Ada juga yang masih galau, bisa membeli dana
campuran.
Selain itu, menurut Ara sebagian investor adalah pula yang melakukan switching portofolio investasinya. Ada yang semula dari produk konservatif menjadi yang lebih agresif, atau sebaliknya.
Direktur
& CIO Fixed Income Manulife Aset Manajemen Indonesia Ezra Nazula mengatakan
tren suku bunga diharapkan bisa turun sehingga ekonomi stabil. Ini memberikan
angin segar untuk imbal hasil obligasi 10 tahun, yang diharapkan bergerak di
kisaran 7-7,5%. Sehingga saat ini investor ada diposisi
menarik, karena memiliki pilihan yang bagus antara saham dan obligasi, terutama
adanya kemungkinan penurunan suku bunga.
Menurut
Haris, iklim usaha seusai pemilihan presiden dan anggota legislatif akan relatif
membaik setelah sebelumnya para investor memilih menunda investasi. Sementara
itu, menjelang Lebaran, sebagian masyarakat banyak membelanjakan uangnya untuk
memenuhi kebutuhan pokok seperti makanan dan minuman serta pakaian. Pemenuhan
kebutuhan tersebut biasanya akan mendorong industri untuk meningkatkan
produksi. “Pasca-pemilu, kami melihat iklim usaha semakin kondusif.
Selain itu, konsumsi juga akan meningkat dengan adanya tunjangan hari raya
(THR) serta gaji ke-13 bagi pegawai negeri sipil (PNS),” katanya.
Pemerintah, menurut dia, terus berupaya
menciptakan kondisi ekonomi, politik, dan keamanan yang kondusif bagi para
investor sehingga kinerja investasi di Indonesia yang sudah baik akan semakin
meningkat. Sementara investasi yang sudah lebih dulu ada, dapat lebih berdaya
saing.
Industri manufaktur merupakan salah satu sektor penyumbang investasi di Indonesia. Pada triwulan pertama 2019, industri pengolahan nonmigas berkontribusi sebesar 18,5% atau Rp16,1 triliun terhadap realisasi penanaman modal dalam negeri (PMDN). Adapun tiga sektor yang menunjang paling besar pada total PMDN tersebut di tiga bulan pertama tahun ini adalah industri makanan dengan investasi mencapai Rp7,1 triliun, disusul industri logam dasar Rp2,6 triliun dan industri pengolahan tembakau Rp1,2 triliun. Selanjutnya, industri manufaktur juga menyetor hingga 26% atau US$ 1,9 miliar terhadap realisasi penanaman modal asing (PMA).
Industri manufaktur merupakan salah satu sektor penyumbang investasi di Indonesia. Pada triwulan pertama 2019, industri pengolahan nonmigas berkontribusi sebesar 18,5% atau Rp16,1 triliun terhadap realisasi penanaman modal dalam negeri (PMDN). Adapun tiga sektor yang menunjang paling besar pada total PMDN tersebut di tiga bulan pertama tahun ini adalah industri makanan dengan investasi mencapai Rp7,1 triliun, disusul industri logam dasar Rp2,6 triliun dan industri pengolahan tembakau Rp1,2 triliun. Selanjutnya, industri manufaktur juga menyetor hingga 26% atau US$ 1,9 miliar terhadap realisasi penanaman modal asing (PMA).
Tiga sektor yang
menopangnya, yaitu industri logam dasar sebesar US$ 593 juta, diikuti industri
makanan US$ 376 juta serta industri bahan kimia dan barang dari bahan kimia US$
217 juta. Kementerian Perindustrian optimistis sektor industri manufaktur dapat
tumbuh lebih agresif pada kuartal II-2019 dibanding periode
sebelumnya. “Kami yakin lebih tinggi dari pertumbuhan industri di kuartal
pertama yang mencapai 4,8%. Kami berharap bisa mendekati 5 %,” katanya.
Kementerian menargetkan,
sepanjang 2019 pertumbuhan industri manufaktur dapat mencapai 5,4%. Subsektor
yang diperkirakan tumbuh tinggi, antara lain industri makanan dan minuman,
industri permesinan, industri tekstil dan pakaian jadi, industri kulit, barang
dari kulit, dan alas kaki, serta industri barang logam, komputer dan barang
elektronika.
Yang selanjutnya, kita akan
membahas setelah pengumuman resmi dari kpu, bagaimana situasi atau kondisi
investasinya. Mari kita simak pemahasan di bawah ini.
Kerusuhan di Jakarta pada 22 Mei 2019 pascapengumuman hasil Pemilu 2019 akan berdampak terhadap realisasi investasi pada kuartal kedua dan ketiga.Ekonom Indef Bhima Yudhistira menuturkan peristiwa ini akan sangat berpengaruh khususnya penanaman modal asing (PMA)."Sebelumnya di kuartal I/2019, PMA sudah minus 0,9% [yoy]. Kerusuhan kemarin menjadi indikasi adanya masalah konflik politik laten pasca pemilu," ungkap Bhima, Minggu (26/05/2019).
Seharusnya, pascapemilu
kegiatan investasi akan kembali normal. Tetapi karena ada proses pelaporan
kecurangan dari kubu yang kalah serta berlanjutnya demo dibeberapa daerah, dia
menilai laju investasi akan sedikit terhambat.Hal ini juga diperparah dengan
kondisi ekonomi global yang tengah melambat. Menurutnya, investor khususnya di
sektor ritel paling terpukul, karena pusat perbelanjaan utama di Jakarta
ikut terdampak. Bahkan, banyak ritel asing kena imbas.
"Kepercayaan konsumen
pun berpengaruh, seharusnya bisa berbelanja untuk persiapan Lebaran terpaksa
menunda karena jalan di blokir, resiko keamanan dan sebagainya," ujar
Bhima. Alhasil, konsumsi rumah tangga kemungkinan akan melambat, khususnya
kelas menengah atas. "FDI dan konsumsi kelas menengah atas sensitif
risiko politik."
Dia juga melihat logistik dan
manufaktur terkena dampaknya apabila terjadi demo yang berujung kerusuhan lagi
ke depannya. Pasalnya, proses pengajuan bukti kecurangan dari kubu yang kalah
masih harus diproses Mahkamah Konstitusi (MK).
Tingginya ketidakpastian
situasi ekonomi global menyebabkan penurunan harga di sejumlah aset investasi.
Salah satu strategi yang bisa dipilih investor adalah mengurangi paparan
instrumen investasi yang berisiko dan memperbesar porsi cash.
Perencana keuangan Finansia Consulting Eko
Endarto menyarankan investor untuk lebih banyak memegang cash saat ini. Hal ini sejalan dengan
prinsip investasi, semakin tinggi ketidakpastian, maka porsi cash yang dipegang harus lebih
besar. "Di tengah ketidakpastian ini, yang harus pertama dipegang
investor adalah uang cash,
bisa juga berupa deposito. Pilihan lainnya bisa emas dan obligasi.Alasan investor untuk memegang cash saat ini lantaran, dengan ketidakpastian global tidak ada yang bisa menjamin bagaimana kondisi pasar keuangan ke depan. Untuk itu, menempatkan dana di deposito atau cash bisa jadi pilihan utama.
Kedua adalah berinvestasi di emas, selain dapat diperdagangkan di global dan diakui sebagai mata uang di beberapa negara. Sehingga, ketika terjadi sesuatu emas bisa menjadi pengganti aset.
Terakhir, investor bisa menempatkan dananya di obligasi. Meskipun sedikit berisiko, Eko menilai obligasi bisa menjadi alternatif investasi saat ini. Untuk meminimalisir risiko, investor bisa masuk ke obligasi milik pemerintah yang dianggap lebih aman ketimbang obligasi lainnya.
"Porsi investasi saat ini antara 60%-70% berupa cash atau deposito. Semakin tinggi ketidakpastian, porsi cash semakin besar, apalagi nasib Brexit belum jelas, perang dagang AS dan China semakin memanas, serta situasi Indonesia usai pemilu belum jelas. Sedangkan untuk sisanya sekitar 30%-40% bisa dimanfaatkan investor untuk masuk ke investasi emas dan obligasi.
Adapun untuk investasi di saham, Eko merekomendasikan hanya masuk ke emiten-emiten Badan Usaha Milik Negara (BUMN) saja, lantaran dianggap tidak memiliki gejolak sebesar saham emiten swasta.
Jika berkaca dari kondisi Tanah Air, Eko masih optimistis kondisi pasar keuangan akan membaik usai polemik pemilihan umum (pemilu) usai. Harapannya, setelah itu investasi di pasar modal seperti saham bisa menjadi pilihan investor selanjutnya.
Eko belum merekomendasikan instrumen valas seperti yen untuk investor saat ini. Pergerakan mata uang asing masih sangat bergantung pada perkembangan sentimen perang dagang AS dan China, sehingga dianggap masih berisiko.
Referensi :
https://www.merdeka.com/uang/pasca-pemilu-investasi-dipercaya-bakal-mengalir-deras-ke-indonesia.html