Minggu, 24 Maret 2019

Pengelolaan dan Kasus Sumber Daya Alam di Indonesia

        Pengelolaan Sumber Daya Alam Di Indonesia

Hallo, teman-teman... pada blog kali ini saya akan membahas tentang Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Contoh kasus eksploitasi Sumber Daya Alam di Indonesia.
Sebelum kita masuk pada Pembahasan Pengelolaan Sumber Daya Alam, terlebih dahulu kita memulai dengan pengertian Sumber Daya Alam itu sendiri. Berikut ini pembahasannya.

Sumber daya alam adalah sesuatu yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan dan kebutuhan hidup manusia agar hidup lebih sejahtera yang ada di sekitar alam lingkungan hidup kita. Sumber daya alam bisa terdapat di mana saja seperti di dalam tanah, air, permukaan tanah, udara, dan lain sebagainya. Contoh dasar sumber daya alam seperti barang tambang, sinar matahari, tumbuhan, hewan dan banyak lagi lainnya.

Setelah kita mengetahui definisi dari Sumber Daya Alam, selanjutnya kita akan membahas tentang Pembagian Sumber Daya Alam.

1. Berdasarkan jenisnya, yaitu:
a. Sumberdaya alam hayati (biotik)
Sumberdaya ini berasal dari makhluk hidup, seperti flora, fauna, dan manusia.
b. Sumberdaya alam nonhayati (abiotik)
Merupakan sumberdaya alam fisik, yang berupa beda-benda mati. Contohnya seperti air, kincir angin, tanah, tambang, mineral, tima, besi, kwarsa dan lain-lain.

2. Berdasarkan sifatnya, yaitu:
a. Sumberdaya alam yang terbarukan (renewable resources)
Merupakan sumberdaya yang dapat melakukan reproduksi atau perkembangbiakan, dan juga sumberdaya yang memiliki daya regenerasi atau pulih sendiri. Contohnya adalah mikroba, air, tanah, flora, fauna.
b. Sumberdaya alam yang tidak terbarukan (non renewable resources)
Sumberdayaalam ini tidak mengalami perbaharuan, contohnya seperti minyakn tanah, gas bumi, batu bara, dan bahan tambang lainnya.
c. Sumberdaya alam yang tidak habis (perpetual resources)
Contohnya seperti udara, matahari, energi pasang surut, energi laut.

3. Berdasarkan potensinya, yaitu:
a. Sumberdaya alam materi
Yaitu sumberdaya alam yang dimanfaatkan dalam bentuk fisiknya. Misalnya batu, besi, emas, kayu, serat kapas, dan lain-lain
b. Sumberdaya alam energi
Yaitu sumberdaya yang dimanfaatkan energinya. Contohnya seperti batu bara, minyak bumi, gas bumi, air terjun, sinar matahari, kincir angin, dan sebagainya.
c. Sumberdaya alam ruang
Yaitu sumber daya alam yang merupakan ruang atau tempat hidup, misalnya area tanah

4. Berdasarkan tujuannya, yaitu:
a. Sumberdaya alam bahan industri
Merupakan sumber daya alam yang umumnya di gunakan sebagai bahan dasar atau bahan baku industri misalnya tanah liat, belerang dan sebagainya.
b. Sumberdaya alam bahan pangan
Merupakan sumber daya alam yang digunakan sebagai bahan pangan baik langsung maupun melalui pengelolahan terlebih dahulu misalnya padi, jagung, dan kedelai.
c. Sumberdaya alam bahan sandang
Merupakan sumber daya alam bahan sandang adalah sumber daya alam yang dapat Di gunakan sebagai bahan baku pembuatan sandang misalnya sutra dan kapas.

Setelah kita mengetahui dan mengerti tentang pembagian Sumber Daya Alam, selanjutnya kita akan membahas bidang-bidang apa saja yang terkait dengan Sumber Daya Alam. Apa sajakah itu? Simak pembahasannya berikut ini

1. Bidang Pertanian
Tanah merupakan sumberdaya alam yang dapat dimanfaatkan, keadaan tanah yang subur serta didukung oleh iklim tropis dapat dimanfaatkan oleh penduduk indonesia untuk mencari nafkah pada bidang pertanian, bidang pertanian di Indonesia secara umum dapat dibagi dalam dua hal, yaitu
a. Pertanian lahan kering
yaitu pengelolaannya mengandalkan air hujan, yang hanya dapat berguna pada saat musim hujan. Pada saat musim kemarau lahan tidak ditanami apapun. Lahan ini dikembangkan pada ketinggian 500-1.500 m. Dengan suhu udara yang sejuk, sehingga dapat ditanami sayuran, buah-buahan, serta palawija.
b. Pertanian lahan basah
masyarakat Indonesia menyebutnya dengan sawah. Petani mengembangkan lahan ini pada dataran rendah (300 m kebawah). Ketersediaan air dimanfaatkan dari sungai atau irigasi disekitarnya. Jenis tanaman yang ditanam adalah padi.

2. Bidang Perkebunan
Lahan yang baik juga dapat digunakan sebagai tempat berkebun, untuk menanam tanaman semusim maupun lainnya. Perkebunan dibagi menjadi perkebunan besar yang merupakan kebun yang dikelola oleh perusahan berbadan hukum, dan perkebunan rakyat yang merupakan kebun yang dikelola oleh rakyat.
Perkebunan yang umum digunakan di Indonesia adalah untuk menanam kopi, teh, kelapa sawit, cengkeh, pala, karet, vanili, lada, dan coklat.

3. Bidang Peternakan
Lahan dapat digunakan sebagai peternakan, dan hewan yang di urus dapat menjadi sumberdaya yang renewable. Sehingga dapat dikembangbiakkan, dan dapat menambah produktivitas dari segi pangan maupun ekonomi. Sesuatu yang dihasilkan dari hewan ternak seperti telur, dan susu dapat digunakan sebagai sumber ekonomi masyarakat dari hasil penjualan, begitu pula dengan daging unggas yang diternak. Peternakan yang sering dilakukan di Indonesia adalah peternakan ayam, bebek, sapi, babi, dan kuda.

4. Bidang Perikanan
Perikanan merupakan sumberdaya yang luas yang terdapat di laut maupun air tawar, karena Indonesia termasuk negara maritim yang dua pertiganya adalah perairan, maka memudahkan masyarakat Indonesia memanfaatkan sumberdaya alam ini. Hewan yang hidup didalam air terus berkembang biak, sehingga sumberdaya alam ini selalu terbaharui. Akan tetapi penting pula bagi masyarakat menjaga sumberdaya alam ini dengan memerhatikan hal tertentu dalam menangkap ikan dan hewan air lainnya, agar penghuni diperairan ini dapat terus hidup dan berkembang biak.

5. Bidang Pertambangan
Pertambangan dapat dikelola oleh masyarakat maupun perusahaan. Perusahaan baik itu pemerintah maupun swasta dapat mengelola pertambangan. Minyak bumi dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, seperti bahan bakar minyak, listrik, industri, kendaraan, dan juga dapat menjadi sumber ekonomi ketika dilakukan ekspor danpenjualan lainnya.

6. Bidang Kehutanan
Sumberdaya alam hutan sangat berlipah di Indonesia. Hutan dimanfaatkan penduduk untuk berbagai keperluan, baik sebagai sumber pangan, penghasil kayu bangunan ataupun sebagai sumber tambang dan mineral berharga. Pemanfaatan hutan selanjutnya dilakukan secara intensif dengan mengambil secara besar-besaran sumber daya yang ada di dalamnya.

Di bagian atas sudah dipelajari, bidang-bidang apa saja yang terkait dengan pengelolaan SDA di Indonesia. Pada pembahasan kali ini, saya akan membahas tentang Pengelolaan SDA di bidang Perikanan, yaitu Ikan Karang pada ekosistem terumbu karang. Apakah sudah sesuai dengan yang diharapkan atau belum? Mari kita simak pembahasannya berikut ini....

Perkembangan Kelangsungan Hidup Ikan Karang Pada Ekosistem Terumbu Karang di Indonesia

Ikan karang hidup (live reef food fish/LRFF) hingga saat ini masih menjadi salah satu komoditas yang sangat diminati di pasar internasional, sehingga menjadi salah satu bintang utama ekspor dari berbagai negara ke negara tujuan utama seperti Hong Kong dan Tiongkok. Akibat tingginya permintaan, komoditas tersebut dinilai sebagai produk unggulan dan menguntungkan bagi pengusaha perikanan.

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengatakan, diperkirakan setiap tahun ikan karang yang diperdagangkan ke dua negara tersebut berkisar 20 ribu-30 ribu metrik ton (MT) bernilai lebih dari USD1 miliar. Jalur ekspornya dilakukan melalui Hong Kong..

Pemerintah Indonesia, lanjut Susi, berkomitmen tinggi pada isu-isu laut dan pesisir. Upaya ini telah dilakukan di antaranya melalui keikutsertaan Indonesia pada Word Ocean Conference (WOC) dan Coral Triangle Initiative on Coral Reefs Fisheries and Food Security (CTI-CFF).

Tahun depan, kata Susi, Indonesia resmi satu dekade menjadi anggota CTI-CFF, dan Indonesia tetap melanjutkan komitmennya dalam mengelola secara berkelanjutan Kawasan Segitiga Karang. Menurutnya, Indonesia juga bakal memperkuat kerja sama untuk menanggulangi ancaman kepunahan terumbu karang dan akibatnya bagi masyarakat dan lingkungan.

Menurut Susi, pentingnya mengelola terumbu karang, karena menjadi ekosistem penting untuk perikanan, wisata pantai, dan adaptasi perubahan iklim. Tetapi ekosistem ini rentan terhadap polusi laut. Ekosistem ini bakal menjadi bahasan utama dalam Our Ocean Conference (OOC) 2018 di Bali.

Susi berkeyakinan, OOC 2018 dapat menjadi forum promosi kelestarian terumbu karang yang sudah mendapat perhatian dan dukungan kuat PBB melalui resolusi 2/12 UNEA dan Target Aichi (Target 10) tentang pengurangan degradasi terumbu karang. OOC juga dapat dijadikan ajang promosi komitmen ICRI kepada negara dan organisasi dunia.

Sementara, Direktur Eksekutif The Coral Triangle Initiative on Coral Reefs, Fisheries, and Food Security (CTI-CFF) Widi Pratikno, menyebut bahwa Indonesia adalah satu dari enam negara yaitu Timor Leste, Filipina, Malaysia, Papua Nugini, dan Kepulauan Solomon, dengan lautan yang memiliki tingkat keberagaman biodiversitas laut sangat tinggi.

“Sehingga tidak mengherankan jika kawasan Segitiga Karang menjadi tempat pusat berkumpulnya beragam jenis biota laut. Di Indonesia, kawasan yang paling banyak berkumpulnya terumbu karang dan biota laut, adalah kawasan timur Indonesia.

Tercatat, perairan di Provinsi Papua Barat, Maluku, dan Maluku Utara menjadi tempat favorit biota laut untuk berkumpul. Di perairan Raja Ampat, Papua Barat; dan Maluku Utara, diketahui setidaknya terdapat minimal 600 spesies koral atau mencapai 75 persen dari total spesies yang dikenal di dunia.

Kawasan Segitiga Karang juga tempat hidup 3.000-an spesies ikan, dan habitat hutan bakau terbesar di dunia. Dengan kondisi tersebut, kehadiran terumbu karang akan bisa memberi kenyamanan biota laut yang ada, karena menjadi tempat bertelur dan berkembang biak beragam jenis ikan, termasuk tuna.

Penyebab lainnya karena kenaikan suhu air laut akibat fenomena anomali cuaca El-Nino. Selain itu, para ahli memperkirakan pemutihan karang akan sering terjadi di masa yang akan datang akibat kombinasi dengan perubahan iklim dan pemanasan global.

Di sisi lain, Suharsono menyebutkan, hasil pengamatan di lapangan pada beberapa lokasi, masih ditemukan aktivitas merusak, seperti penangkapan ikan menggunakan bom, pencemaran dan peningkatan pengembangan di wilayah pesisir.

Ternyata, pengelolaan Sumber Daya Alam di bidang perikanan, yaitu ikan karang pada ekosistem terumbu karang belum sesuai ekspektasi, sehingga memunculkan banyak kasus di Indonesia yang sangat banyak. Salah satunya kasus di bawah ini. Apakah kasus itu? Mari kita simak bersama-sama.

Inilah salah satu contoh kasus penangkapan ikan dengan bahan peledak oleh seorang nelayan di perairan Cemara, Kecamatan Sumur, Kabupaten Pandeglang pada bulan September 2017

Petugas Direktorat Polisi Air Polda Banten mengamankan seorang nelayan Pandeglang berinisial An (27) saat menangkap ikan menggunaan bahan peledak di perairan Cemara, Kecamatan Sumur, Kabupaten Pandeglang.

"Dari hasil pemeriksaan dan penggeledahan petugas dari atas perahu KM Trifans ditemukan bahan-bahan peledak bubuk potasium yang disimpan di kamar kemudi, dibungkus plastik," ujar Kasubdit Gakkum Ditpolair Polda Banten AKBP Tri Panungko, Senin (11/9/2017).

Selain bahan peledak, kata Tri, petugas juga menyita 11 botol berisi bahan peledak siap pakai, empat botol kosong, 30 sumbu, dan dua korek api. "Dari pengakuan tersangka, barang-barang tersebut untuk campuran bahan peledak yang digunakan untuk menangkap ikan," katanya.
Dia mengungkapkan, untuk mengelabuhi petugas, para nelayan yang menggunakan bahan peledak untuk menangkap ikan biasa beraksi malam hari. "Dalam dokumen resminya, alat tangkap yang digunakan pelaku sebenarnya jenis bagan congkel," jelasnya.

Akibat perbuatannya, pelaku dijerat Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Darurat No 12/1951 tentang Bahan Peledak dengan ancaman penjara selama 18 tahun. "Kita masih melakukan pengejaran terhadap penyuplai bahan peledak berinisial Y," tandasnya.

 Pendapat saya mengenai pengelolaan SDA dan kasus eksploitasi SDA di bidang perikanan, yaitu salah satunya Ikan Karang
Perilaku mengeksploitasi ikan karang adalah perilaku  yang sangat tidak terpuji, Karena Ikan karang adalah biota laut yang harus dilestarikan, bukan untuk dieksploitasi dengan cara yang tidak seharusnya. Banyak ikan karang yang dieksploitasi di daerah Papua Barat, Maluku, Maluku Utara,  dan yang terutama ini adalah di daerah Pandeglang, selain itu banyak juga di perairan Indonesia yang terjadi kasus eksploitasi ikan karang tersebut. Banyak cara yang dilakukan untuk mengeksploitasi ikan karang, yaitu melakukan penangkapan ikan dengan menggunakan bom, Pencemaran yang dilakukan di pesisir ,dan juga menggunakan pupuk urea sebagai bahan kimia yang menjadi bahan dasar pembuatan bom untuk mengeskploitasi ikan karang. Selain eksploitasi ikan karang, dilakukan juga pemutihan karang yang disebabkan oleh perubahan iklim dan pemanasan global.

Dari kasus diatas, dapat disimpulkan seorang nelayan dari Pandeglang menyimpan bahan-bahan peledak bubuk potasium, serta 11 botol berisi bahan peledak siap pakai, empat botol kosong, 30 sumbu, dan dua korek api yang dicampurkan untuk menjadi alat untuk menjadi bahan peledak yang membahayakan ekosistem terumbu karang.

Hal itu disebabkan karena Ikan Karang merupakan komoditas yang paling diminati, terutama di negara Hongkong dan Tiongkok, sehingga setiap tahun ikan karang yang diperdagangkan ke dua negara tersebut berkisar 20 ribu-30 ribu metrik ton (MT) bernilai lebih dari USD1 miliar. Jalur ekspornya dilakukan melalui Hong Kong..

Dengan semakin banyaknya kasus mengenai eksploitasi mengenai ikan karang yang dapat mengancam ekosistem terumbu karang, maka Pemerintah melalui menteri Kelautan dan Perikanan, yaitu Susi Pudjiastuti, mengupayakan Pemberdayaan dan Pemeliharaan Biota laut, yaitu dengan mengikutsertakan Indonesia dalam World Ocean Conference (WOC) dan Coral Triangle Initiative on Coral Reefs Fisheries and Food Security (CTI-CFF).

Selain meningkutsertakan Indonesia dalam WOC dan CTI-CFF, menteri kelautan dan perikanan, Susi Pudjiastuti membahas ekosistem terumbu karang dalam Our Ocean Conference (OOC) 2018 di Bali yang dapat menjadi forum promosi pelestarian terumbu karang dan mengurangi degradasi terumbu karang. Dan Indonesia tetap melanjutkan komitmennya dalam mengelola secara berkelanjutan Kawasan Segitiga Karang.

Dan perlu diberlakukannya upaya penegakan hukum dan peraturan secara transparan dalam mengatasi permasalahan eksploitasi ikan karang. Kolaborasi antara lintas kementrian dan lembaga serta koordinasi antara pusat dan daerah harus ditingkatkan untuk penegakan hukum dan peraturan serta pencegahan dan penanganan secara lebih efektif dan efisien.

Dalam kondisi yang mengkhawatirkan seperti ini diperlukan beberapa solusi untuk penanggulangan eksploitasi laut yang berlebihan. Antara lain dengan cara-cara seperti berikut:
  • Memberikan peringatan kepada masyarakat tentang bahaya pencemaran dan eksploitasi laut secara berlebihan;
  • Peningkatan kesadaran dan pemahaman masyarakat, khususnya nelayan, terhadap bahaya yang dapat ditimbulkan dari illegal fishing (penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap yang ilegal);
  • Meningkatkan pengawasan dengan membuat badan khusus yang menangani dan bertanggung jawab terhadap kegiatan illegal fishing;
  • Melakukan penegakan hukum yang tegas terhadap pihak-pihak yang melakukan illegal fishing, supaya ada efek jera terhadap mereka;
  • Menemukan alternatif sumber makanan lain sebagai pengganti ikan laut, supaya bisa lebih dibudidayakan;
  • Melakukan rehabilitasi terumbu karang;
  • Membuat alternatif habitat karang sebagai habitat ikan sehingga daerah karang alami tidak rusak akibat penangkapan ikan;
  • Pemerintah negara-negara di dunia harus mematuhi Konvensi PBB tentang Hukum Laut yang memberikan perlindungan dan yurisdiksi Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) sampai 322 km dari lepas pantai;
  • Mengelola pantai secara terpadu yang memandang pantai sebagai satu kesatuan dengan laut dan memperhitungkan dampak-dampak dari segala aktivitas di daerah tersebut; dan
  • Mengusulkan perubahan kebijakan perdagangan dan pembangunan yang harus berwawasan lingkungan dan berkelanjutan (sustainable).
Dengan dilakukannya upaya pemberdayaan dan pemeliharaan, serta upaya penegakan hukum secara terus menerus oleh menteri kelautan dan perikanan, Susi Pudjiastuti diharapkan Ikan karang tidak dieksploitasi secara terus menerus, serta dengan adanya pembahasan mengenai kasus ikan karang ini, diharapkan kedepannya dapat meminimalisir keadaan mengeksploitasi ikan karang pada ekosistem terumbu karang di Indonesia, karena ikan karang adalah salah satu biota laut yang menjadi unggulan bagi bangsa Indonesia dalam bidang perairan Indonesia.

Referensi :


Minggu, 17 Maret 2019

SEJARAH PEREKONOMIAN INDONESIA

Hallo, teman-teman...

Pada Pembahasan kali ini, saya akan membahas Sejarah Perekonomian Indonesia dari masa ke masa. Dimulai dari masa Pra Kolonialisme sampai masa Reformasi. Mengapa topik ini penting untuk dibahas? Karena Setiap negara pasti mempunyai sistem ekonomi yang berbeda-beda. Di dalam sistem ekonomi tersebut, sangat penting diperlukannya seluruh elemen dalam suatu negara untuk mencapai kestabilan ekonomi di suatu negara. Sampai saat ini, Indonesia menerapkan sistem ekonomi Campuran, dimana sistem ekonomi campuran tersebut merupakan gabungan antara sistem ekonomi liberal dengan sistem ekonomi sosialis. Jadi dipadukan antara peran pemerintah dan masyarakat/swasta sehingga tidak terjadi pemusatan kekuasaan ekonomi di salah satu pihak. Sebelum kita membahas secara keseluruhan Sejarah Perekonomian dari masa Pra Kolonialisme sampai masa Reformasi, kita harus memahami terlebih dahulu arti dari Sejarah perekonomian Indonesia. Berikut ini Penjelasannnya....

Sejarah perekonomian Indonesia adalah ilmu yang mempelajari tentang cara fenomena ekonomi yang berubah dilihat dari sudut pandang historisnya yang terjadi di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Analisis dalam sejarah ekonomi dilakukan menggunakan gabungan metode sejarahmetode statistik dan teori ekonomi terapan sampai peristiwa bersejarah. 

Setelah kita memahami arti dari Sejarah perekonomian Indonesia, selanjutnya kita akan membahas sejarah Perekonomian yang dimulai pada masa Pra Kolonialisme :

1.      Era Pra Kolonialisme


Indonesia terletak di posisi geografis antara benua Asia dan Eropa serta samudra Pasifik dan Hindia, sebuah posisi yang strategis dalam jalur pelayaran niaga antar benua. Salah satu jalan sutra, yaitu jalur sutra laut, ialah dari Tiongkok dan Indonesia, melalui selat Malaka ke India. Dari sini ada yang ke teluk Persia, melalui Suriah ke laut Tengah, ada yang ke laut Merah melalui Mesir dan sampai juga ke laut Tengah (Van Leur). Perdagangan laut antara India, Tiongkok, dan Indonesia dimulai pada abad pertama sesudah masehi, demikian juga hubungan Indonesia dengan daerah-daerah di Barat (kekaisaran Romawi).
Perdagangan di masa kerajaan-kerajaan tradisional disebut oleh Van Leur mempunyai sifat kapitalisme politik, dimana pengaruh raja-raja dalam perdagangan itu sangat besar. Misalnya di masa Sriwijaya, saat perdagangan internasional dari Asia Timur ke Asia Barat dan Eropa, mencapai zaman keemasannya. Raja-raja dan para bangsawan mendapatkan kekayaannya dari berbagai upeti dan pajak. Tak ada proteksi terhadap jenis produk tertentu, karena mereka justru diuntungkan oleh banyaknya kapal yang “mampir”.
Penggunaan uang yang berupa koin emas dan koin perak sudah dikenal di masa itu, namun pemakaian uang baru mulai dikenal di masa kerajaan-kerajaan Islam, misalnya picis yang terbuat dari timah di Cirebon. Namun penggunaan uang masih terbatas, karena perdagangan barter banyak berlangsung dalam sistem perdagangan Internasional. Karenanya, tidak terjadi surplus atau defisit yang harus diimbangi dengan ekspor atau impor logam mulia.
Kejayaan suatu negeri dinilai dari luasnya wilayah, penghasilan per tahun, dan ramainya pelabuhan.Hal itu disebabkan, kekuasaan dan kekayaan kerajaan-kerajaan di Sumatera bersumber dari perniagaan, sedangkan di Jawa, kedua hal itu bersumber dari pertanian dan perniagaan. Di masa pra kolonial, pelayaran niaga lah yang cenderung lebih dominan. Namun dapat dikatakan bahwa di Indonesia secara keseluruhan, pertanian dan perniagaan sangat berpengaruh dalam perkembangan perekonomian Indonesia, bahkan hingga saat ini.

2.      Era Kolonialisme


Sebelum merdeka, Indonesia mengalami masa penjajahan yang terbagi dalam beberapa periode. Ada empat negara yang pernah menduduki Indonesia, yaitu Portugis, Belanda,Inggris, dan Jepang. Portugis tidak meninggalkan jejak yang mendalam di Indonesia karena keburu diusir oleh Belanda, tapi Belanda yang kemudian berkuasa selama sekitar 350 tahun, sudah menerapkan berbagai sistem yang masih tersisa hingga kini. Untuk menganalisa sejarah perekonomian Indonesia, rasanya perlu membagi masa pendudukan Belanda menjadi beberapa periode, berdasarkan perubahan-perubahan kebijakan yang mereka berlakukan di Hindia Belanda (sebutan untuk Indonesia saat itu).
  • Pendudukan Portugis
    Alfonso de Albuquerque memulai perjalanannya mengarungi Samudra Atlantik, melewati Tanjung Harapan Afrika, menuju selat malaka. Penjelajahan ini disebut dengan Penjelajahan Samudra yang ditujukan untuk mencari rempah-rempah, komoditas yang dicari-cari oleh bangsa Eropa pada saat itu. Ada 3 motivasi Bangsa Portugis datang ke Asia, khususnya Indonesia, yaitu Feitoria, Fortaleza, dan igreja. Dimana Feitoria merupakan pencarian emas, Fertoleza adalah pencarian kejayaan, sedangkan igreja adalah menyebarkan agama Katolik Setelah menguasai Malaka, ekspedisi Portugis yang dipimpin oleh Alfonso de Albuquerque mencapai Maluku, yang merupakan pusat rempah-rempah
  •   Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC)
Belanda yang saat itu menganut paham Merkantilis benar-benar menancapkan kukunya di Hindia Belanda. Belanda melimpahkan wewenang untuk mengatur Hindia Belanda kepada VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie), sebuah perusahaan yang didirikan dengan tujuan untuk menghindari persaingan antar sesama pedagang Belanda, sekaligus untuk menyaingi perusahaan imperialis lain seperti EIC (Inggris).
Untuk mempermudah aksinya di Hindia Belanda, VOC diberi hak Octrooi, yang antara lain meliputi :
  1. Hak mencetak uang
  2. Hak mengangkat dan memberhentikan pegawai
  3. Hak menyatakan perang dan damai
  4. Hak untuk membuat angkatan bersenjata sendiri
  5. Hak untuk membuat perjanjian dengan raja-raja
Hak-hak itu seakan melegalkan keberadaan VOC sebagai “penguasa” Hindia Belanda. Namun walau demikian, tidak berarti bahwa seluruh ekonomi Nusantara telah dikuasai VOC.
Kenyataannya, sejak tahun 1620, VOC hanya menguasai komoditi-komoditi ekspor sesuai permintaan pasar di Eropa, yaitu rempah-rempah. Kota-kota dagang dan jalur-jalur pelayaran yang dikuasainya adalah untuk menjamin monopoli atas komoditi itu. VOC juga belum membangun sistem pasokan kebutuhan-kebutuhan hidup penduduk pribumi. Peraturan-peraturan yang ditetapkan VOC seperti verplichte leverentie (kewajiban meyerahkan hasil bumi pada VOC ) dan contingenten (pajak hasil bumi) dirancang untuk mendukung monopoli itu. Disamping itu, VOC juga menjaga agar harga rempah-rempah tetap tinggi, antara lain dengan diadakannya pembatasan jumlah tanaman rempah-rempah yang boleh ditanam penduduk, pelayaran Hongi dan hak extirpatie (pemusnahan tanaman yang jumlahnya melebihi peraturan). Semua aturan itu pada umumnya hanya diterapkan di Maluku yang memang sudah diisolasi oleh VOC dari pola pelayaran niaga samudera Hindia.
Dengan memonopoli rempah-rempah, diharapkan VOC akan menambah isi kas negri Belanda, dan dengan begitu akan meningkatkan pamor dan kekayaan Belanda. Disamping itu juga diterapkan Preangerstelstel, yaitu kewajiban menanam tanaman kopi bagi penduduk Priangan. Bahkan ekspor kopi di masa itu mencapai 85.300 metrik ton, melebihi ekspor cengkeh yang Cuma 1.050 metrik ton.

  • ·        Pendudukan Inggris (1811-1816)
Inggris berusaha merubah pola pajak hasil bumi yang telah hampir dua abad diterapkan oleh Belanda, dengan menerapkan Landrent (pajak tanah). Sistem ini sudah berhasil di India, dan Thomas Stamford Raffles mengira sistem ini akan berhasil juga di Hindia Belanda. Selain itu, dengan landrent, maka penduduk pribumi akan memiliki uang untuk membeli barang produk Inggris atau yang diimpor dari India. Inilah imperialisme modern yang menjadikan tanah jajahan tidak sekedar untuk dieksplorasi kekayaan alamnya, tapi juga menjadi daerah pemasaran produk dari negara penjajah. Sesuai dengan teori-teori mazhab klasik yang saat itu sedang berkembang di Eropa, antara lain :
  1. Pendapat Adam Smith bahwa tenaga kerja produktif adalah tenaga kerja yang menghasilkan benda konkrit dan dapat dinilai pasar, sedang tenaga kerja tidak produktif menghasilkan jasa dimana tidak menunjang pencapaian pertumbuhan ekonomi. Dalam hal ini, Inggris menginginkan tanah jajahannya juga meningkat kemakmurannya, agar bisa membeli produk-produk yang di Inggris dan India sudah surplus (melebihi permintaan).
  2. Pendapat Adam Smith bahwa salah satu peranan ekspor adalah memperluas pasar bagi produk yang dihasilkan (oleh Inggris) dan peranan penduduk dalam menyerap hasil produksi.
  3. The quantity theory of money bahwa kenaikan maupun penurunan tingkat harga dipengaruhi oleh jumlah uang yang beredar.

Akan tetapi, perubahan yang cukup mendasar dalam perekonomian ini sulit dilakukan, dan bahkan mengalami kegagalan di akhir kekuasaan Inggris yang Cuma seumur jagung di Hindia Belanda. Sebab-sebabnya antara lain :
  1. Masyarakat Hindia Belanda pada umumnya buta huruf dan kurang mengenal uang, apalagi untuk menghitung luas tanah yang kena pajak.
  2. Pegawai pengukur tanah dari Inggris sendiri jumlahnya terlalu sedikit.
  3. Kebijakan ini kurang didukung raja-raja dan para bangsawan, karena Inggris tak mau mengakui suksesi jabatan secara turun-temurun.
  • ·        Cultuurstelstel
Cultuurstelstel (sistem tanam paksa) mulai diberlakukan pada tahun 1836 atas inisiatif Van Den Bosch. Tujuannya adalah untuk memproduksi berbagai komoditi yang ada permintaannya di pasaran dunia. Sejak saat itu, diperintahkan pembudidayaan produk-produk selain kopi dan rempah-rempah, yaitu gula, nila, tembakau, teh, kina, karet, kelapa sawit, dll. Sistem ini jelas menekan penduduk pribumi, tapi amat menguntungkan bagi Belanda, apalagi dipadukan dengan sistem konsinyasi (monopoli ekspor). Setelah penerapan kedua sistem ini, seluruh kerugian akibat perang dengan Napoleon di Belanda langsung tergantikan berkali lipat.
Sistem ini merupakan pengganti sistem landrent dalam rangka memperkenalkan penggunaan uang pada masyarakat pribumi. Masyarakat diwajibkan menanam tanaman komoditas ekspor dan menjual hasilnya ke gudang-gudang pemerintah untuk kemudian dibayar dengan harga yang sudah ditentukan oleh pemerintah. Cultuurstelstel melibatkan para bangsawan dalam pengumpulannya, antara lain dengan memanfaatkan tatanan politik Mataram–yaitu kewajiban rakyat untuk melakukan berbagai tugas dengan tidak mendapat imbalan–dan memotivasi para pejabat Belanda dengan cultuurprocenten (imbalan yang akan diterima sesuai dengan hasil produksi yang masuk gudang).
Bagi masyarakat pribumi, sudah tentu cultuurstelstel amat memeras keringat dan darah mereka, apalagi aturan kerja rodi juga masih diberlakukan. Namun segi positifnya adalah, mereka mulai mengenal tata cara menanam tanaman komoditas ekspor yang pada umumnya bukan tanaman asli Indonesia, dan masuknya ekonomi uang di pedesaan yang memicu meningkatnya taraf hidup mereka. Bagi pemerintah Belanda, ini berarti bahwa masyarakat sudah bisa menyerap barang-barang impor yang mereka datangkan ke Hindia Belanda. Dan ini juga merubah cara hidup masyarakat pedesaan menjadi lebih komersial, tercermin dari meningkatnya jumlah penduduk yang melakukan kegiatan ekonomi nonagraris.
Jelasnya, dengan menerapkan cultuurstelstel, pemerintah Belanda membuktikan teori sewa tanah dari mazhab klasik, yaitu bahwa sewa tanah timbul dari keterbatasan kesuburan tanah. Namun disini, pemerintah Belanda hanya menerima sewanya saja, tanpa perlu mengeluarkan biaya untuk menggarap tanah yang kian lama kian besar. Biaya yang kian besar itu meningkatkan penderitaan rakyat, sesuai teori nilai lebih (Karl Marx), bahwa nilai leih ini meningkatkan kesejahteraan Belanda sebagai kapitalis.

  • ·        Sistem Ekonomi Pintu Terbuka (Liberal)
Adanya desakan dari kaum Humanis Belanda yang menginginkan perubahan nasib warga pribumi ke arah yang lebih baik, mendorong pemerintah Hindia Belanda untuk mengubah kebijakan ekonominya. Dibuatlah peraturan-peraturan agraria yang baru, yang antara lain mengatur tentang penyewaan tanah pada pihak swasta untuk jangka 75 tahun, dan aturan tentang tanah yang boleh disewakan dan yang tidak boleh. Hal ini nampaknya juga masih tak lepas dari teori-teori mazhab klasik, antara lain terlihat pada :
  1. Keberadaan pemerintah Hindia Belanda sebagai tuan tanah, pihak swasta yang mengelola perkebunan swasta sebagai golongan kapitalis, dan masyarakat pribumi sebagai buruh penggarap tanah.
  2. Prinsip keuntungan absolut : Bila di suatu tempat harga barang berada diatas ongkos tenaga kerja yang dibutuhkan, maka pengusaha memperoleh laba yang besar dan mendorong mengalirnya faktor produksi ke tempat tersebut.
  3. Laissez faire laissez passer, perekonomian diserahkan pada pihak swasta, walau jelas, pemerintah Belanda masih memegang peran yang besar sebagai penjajah yang sesungguhnya.
Pada akhirnya, sistem ini bukannya meningkatkan kesejahteraan masyarakat pribumi, tapi malah menambah penderitaan, terutama bagi para kuli kontrak yang pada umumnya tidak diperlakukan layak.

  • ·        Pendudukan Jepang (1942-1945)
Pemerintah militer Jepang menerapkan suatu kebijakan pengerahan sumber daya ekonomi mendukung gerak maju pasukan Jepang dalam perang Pasifik. Sebagai akibatnya, terjadi perombakan besar-besaran dalam struktur ekonomi masyarakat. Kesejahteraan rakyat merosot tajam dan terjadi bencana kekurangan pangan, karena produksi bahan makanan untuk memasok pasukan militer dan produksi minyak jarak untuk pelumas pesawat tempur menempati prioritas utama. Impor dan ekspor macet, sehingga terjadi kelangkaan tekstil yang sebelumnya didapat dengan jalan impor.
Seperti ini lah sistem sosialis ala bala tentara Dai Nippon. Segala hal diatur oleh pusat guna mencapai kesejahteraan bersama yang diharapkan akan tercapai seusai memenangkan perang Pasifik
Dengan mengeksploitasi masyarakat Indonesia, Jepang memberlakukan sistem pengaturan pemerintah dengan cara :
Kegiatan ekonomi diarahkan untuk kepentingan perang, mulai dari hasil perkebunan, pabrik, hasil pertambangan, bahan mentah.
Jepang mengawasi ekonomi Indonesia secara ketat dengan sanksi pelanggaran yang sangat berat.

Menerapkan sistem ekonomi perang dan sistem autarki, yaitu sistem yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan daerah sendiri dan menunjang kegiatan perang.

3.      Era Orde Lama
 
Indonesia mengalami tiga fase perekonomian di era Presiden Soekarno. Fase pertama yakni penataan ekonomi pasca kemerdekaan, kemudian fase memperkuat pilar ekonomi, serta fase krisis yang  mengakibatkan inflasi. Berikut ini penjelasannya...
  • Masa Pasca Kemerdekaan (1945-1950)
Keadaan ekonomi keuangan pada masa awal kemerdekaan amat buruk, antara lain disebabkan oleh :
Inflasi yang sangat tinggi, disebabkan karena beredarnya lebih dari satu mata uang secara tidak terkendali. Pada waktu itu, untuk sementara waktu pemerintah RI menyatakan tiga mata uang yang berlaku di wilayah RI, yaitu mata uang De Javasche Bank, mata uang pemerintah Hindia Belanda, dan mata uang pendudukan Jepang. Kemudian pada tanggal 6 Maret 1946, Panglima AFNEI (Allied Forces for Netherlands East Indies/pasukan sekutu) mengumumkan berlakunya uang NICA di daerah-daerah yang dikuasai sekutu. Pada bulan Oktober 1946, pemerintah RI juga mengeluarkan uang kertas baru, yaitu ORI (Oeang Republik Indonesia) sebagai pengganti uang Jepang. Berdasarkan teori moneter, banyaknya jumlah uang yang beredar mempengaruhi kenaikan tingkat harga.

Adanya blokade ekonomi oleh Belanda sejak bulan November 1945 untuk menutup pintu perdagangan luar negeri RI yang menyebabkan Kas negara kosong, dan eksploitasi besar-besaran di masa penjajahan.
Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi kesulitan-kesulitan ekonomi, antara lain :
  1. Program Pinjaman Nasional dilaksanakan oleh menteri keuangan Ir. Surachman dengan persetujuan BP-KNIP, dilakukan pada bulan Juli 1946.
  2.  Upaya menembus blokade dengan diplomasi beras ke India, mangadakan kontak dengan perusahaan swasta Amerika, dan menembus blokade Belanda di Sumatera dengan tujuan ke Singapura dan Malaysia.
  3. Konferensi Ekonomi Februari 1946 dengan tujuan untuk memperoleh kesepakatan yang bulat dalam menanggulangi masalah-masalah ekonomi yang mendesak, yaitu : masalah produksi dan distribusi makanan, masalah sandang, serta status dan administrasi perkebunan-perkebunan.
  4.  Pembentukan Planning Board (Badan Perancang Ekonomi) 19 Januari 1947
  5.  Rekonstruksi dan Rasionalisasi Angkatan Perang (Rera) 1948 >>mengalihkan tenaga bekas angkatan perang ke bidang-bidang produktif.
  6.  Kasimo Plan yang intinya mengenai usaha swasembada pangan dengan beberapa petunjuk pelaksanaan yang praktis. Dengan swasembada pangan, diharapkan perekonomian akan membaik 
  •  Masa Demokrasi Liberal (1950-1957)
Masa ini disebut masa liberal, karena dalam politik maupun sistem ekonominya menggunakan prinsip-prinsip liberal. Perekonomian diserahkan pada pasar sesuai teori-teori mazhab klasik yang menyatakan laissez faire laissez passer. Padahal pengusaha pribumi masih lemah dan belum bisa bersaing dengan pengusaha nonpribumi, terutama pengusaha Cina. Pada akhirnya sistem ini hanya memperburuk kondisi perekonomian Indonesia yang baru merdeka.
Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi masalah ekonomi, antara lain :
  1. Gunting Syarifuddin, yaitu pemotongan nilai uang (sanering) 20 Maret 1950, untuk mengurangi jumlah uang yang beredar agar tingkat harga turun.
  2. Program Benteng (Kabinet Natsir), yaitu upaya menunbuhkan wiraswastawan pribumi dan mendorong importir nasional agar bisa bersaing dengan perusahaan impor asing dengan membatasi impor barang tertentu dan memberikan lisensi impornya hanya pada importir pribumi serta memberikan kredit pada perusahaan-perusahaan pribumi agar nantinya dapat berpartisipasi dalam perkembangan ekonomi nasional. Namun usaha ini gagal, karena sifat pengusaha pribumi yang cenderung konsumtif dan tak bisa bersaing dengan pengusaha non-pribumi.
  3. Nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia pada 15 Desember 1951 lewat UU no.24 th 1951 dengan fungsi sebagai bank sentral dan bank sirkulasi.
  4. Sistem ekonomi Ali-Baba (kabinet Ali Sastroamijoyo I) yang diprakarsai Mr Iskak Cokrohadisuryo, yaitu penggalangan kerjasama antara pengusaha cina dan pengusaha pribumi. Pengusaha non-pribumi diwajibkan memberikan latihan-latihan pada pengusaha pribumi, dan pemerintah menyediakan kredit dan lisensi bagi usaha-usaha swasta nasional. Program ini tidak berjalan dengan baik, karena pengusaha pribumi kurang berpengalaman, sehingga hanya dijadikan alat untuk mendapatkan bantuan kredit dari pemerintah.
  5. Pembatalan sepihak atas hasil-hasil KMB, termasuk pembubaran Uni Indonesia-Belanda. Akibatnya banyak pengusaha Belanda yang menjual perusahaannya sedangkan pengusaha-pengusaha pribumi belum bisa mengambil alih perusahaan-perusahaan tersebut.
  • Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1967)
Sebagai akibat dari dekrit presiden 5 Juli 1959, maka Indonesia menjalankan sistem demokrasi terpimpin dan struktur ekonomi Indonesia menjurus pada sistem etatisme (segala-galanya diatur oleh pemerintah). Dengan sistem ini, diharapkan akan membawa pada kemakmuran bersama dan persamaan dalam sosial, politik,dan ekonomi (Mazhab Sosialisme). Akan tetapi, kebijakan-kebijakan ekonomi yang diambil pemerintah di masa ini belum mampu memperbaiki keadaan ekonomi Indonesia, antara lain :
  1. Devaluasi yang diumumkan pada 25 Agustus 1959 menurunkan nilai uang sebagai berikut :Uang kertas pecahan Rp 500 menjadi Rp 50, uang kertas pecahan Rp 1000 menjadi Rp 100, dan semua simpanan di bank yang melebihi 25.000 dibekukan.
  2. Pembentukan Deklarasi Ekonomi (Dekon) untuk mencapai tahap ekonomi sosialis Indonesia dengan cara terpimpin. Dalam pelaksanaannya justru mengakibatkan stagnasi bagi perekonomian Indonesia. Bahkan pada 1961-1962 harga barang-baranga naik 400%.
  3. Devaluasi yang dilakukan pada 13 Desember 1965 menjadikan uang senilai Rp 1000 menjadi Rp 1. Sehingga uang rupiah baru mestinya dihargai 1000 kali lipat uang rupiah lama, tapi di masyarakat uang rupiah baru hanya dihargai 10 kali lipat lebih tinggi. Maka tindakan pemerintah untuk menekan angka inflasi ini malah meningkatkan angka inflasi.
Kegagalan-kegagalan dalam berbagai tindakan moneter itu diperparah karena pemerintah tidak menghemat pengeluaran-pengeluarannya. Pada masa ini banyak proyek-proyek mercusuar yang dilaksanakan pemerintah, dan juga sebagai akibat politik konfrontasi dengan Malaysia dan negara-negara Barat. Sekali lagi, ini juga salahsatu konsekuensi dari pilihan menggunakan sistem demokrasi terpimpin yang bisa diartikan bahwa Indonesia berkiblat ke Timur (sosialis) baik dalam politik, eonomi, maupun bidang-bidang lain.

4.      Era Orde Baru
Pada masa kekuasaan Soeharto adalah yang terpanjang dibandingkan presiden lain Indonesia hingga saat ini. Pasang surut perekonomian Indonesia juga paling dirasakan pada eranya. Ia menjadi presiden di saat perekonomian Indonesia tak dalam kondisi baik. Pada 1967, ia mengeluarkan Undang-undang (UU) Nomor 1 Tahun 1967, tentang Penanaman Modal Asing. UU ini membuka lebar pintu bagi investor asing untuk menanam modal di Indonesia. Tahun berikutnya, Soeharto membuat Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) yang mendorong swasembada. Program ini mendongkrak pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga tembus 10,92 persen pada 1970.

Iklim ekonomi Indonesia pada saat itu lebih terarah, dengan sasaran memajukan pertanian dan industri. Hal ini membuat ekonomi Indonesia tumbuh drastis. Setelah itu, di tahun-tahun berikutnya, hingga sekitar tahun 1997, pertumbuhan ekonomi Indonesia cenderung tinggi dan terjaga di kisaran 6-7 persen.
Namun, selama Soeharto memerintah, kegiatan ekonomi terpusat pada pemerintahan dan dikuasai kroni-kroni presiden. Kondisinya keropos. Kegiatan ekonomi terpusat pada pemerintahan dan dikuasai kroni-kroni presiden. Kondisinya keropos. 70 persen perekonomian dikuasai pemerintah. Begitu dunia mengalami gejolak pada 1998, struktur ekonomi Indonesia yang keropos itu tak bisa menopang perekonomian nasional.
Posisi Bank Indonesia (BI) pada era Soeharto juga tak independen. BI hanya alat penutup defisit pemerintah. Begitu BI tak bisa membendung gejolak moneter, maka terjadi krisis dan inflasi tinggi hingga 80 persen.

Pada 1998, negara bilateral pun menarik diri untuk membantu ekonomi Indonesia, yaitu saat krisis sudah tak terhindarkan. Pertumbuhan ekonomi pun merosot menjadi minus 13,13 persen.
Pada tahun itu, Indonesia menandatangani kesepakatan dengan Badan Moneter Internasional (IMF). Gelontoran utang dari lembaga ini mensyaratkan sejumlah perubahan kebijakan ekonomi di segala lini.Pada awal orde baru, stabilisasi ekonomi dan stabilisasi politik menjadi prioritas utama. Program pemerintah berorientasi pada usaha pengendalian inflasi, penyelamatan keuangan negara dan pengamanan kebutuhan pokok rakyat. Pengendalian inflasi mutlak dibutuhkan, karena pada awal 1966 tingkat inflasi kurang lebih 650 % per tahun.

Hasilnya, pada tahun 1984 Indonesia berhasil swasembada beras, penurunan angka kemiskinan, perbaikan indikator kesejahteraan rakyat seperti angka partisipasi pendidikan dan penurunan angka kematian bayi, dan industrialisasi yang meningkat pesat. Pemerintah juga berhasil menggalakkan preventive checks untuk menekan jumlah kelahiran lewat KB dan pengaturan usia minimum orang yang akan menikah.

Namun dampak negatifnya adalah kerusakan serta pencemaran lingkungan hidup dan sumber-sumber daya alam, perbedaan ekonomi antar daerah, antar golongan pekerjaan dan antar kelompok dalam masyarakat terasa semakin tajam, serta penumpukan utang luar negeri. Disamping itu, pembangunan menimbulkan konglomerasi dan bisnis yang sarat korupsi, kolusi dan nepotisme. Pembangunan hanya mengutamakan pertumbuhan ekonomi tanpa diimbangi kehidupan politik, ekonomi, dan sosial yang adil. Sehingga meskipun berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi, tapi secara fundamental pembangunan nasional sangat rapuh. 

Akibatnya, ketika terjadi krisis yang merupakan imbas dari ekonomi global, Indonesia merasakan dampak yang paling buruk. Harga-harga meningkat secara drastis, nilai tukar rupiah melemah dengan cepat, dan menimbulkan berbagai kekacauan di segala bidang, terutama ekonomi


5.      Era Reformasi


  •      Masa Kepemimpinan BJ Habibie (1998-1999)
 Presiden Baharuddin Jusuf Habibie dikenal sebagai rezim transisi. Salah satu tantangan sekaligus
capaiannya adalah pemulihan kondisi ekonomi, dari posisi pertumbuhan minus 13,13 persen pada 1998
menjadi 0,79 persen pada 1999.
Habibie menerbitkan berbagai kebijakan keuangan dan moneter dan membawa perekonomian Indonesia ke masa kebangkitan. Kurs rupiah juga menguat dari sebelumnya Rp 16.650 per dollar AS pada Juni 1998 menjadi Rp 7.000 per dollar AS pada November 1998. Pada masa Habibie, Bank Indonesia mendapat status independen dan keluar dari jajaran eksekutif.

Untuk menyelesaikan krisis moneter dan perbaikan ekonomi Indonesia, BJ Habibie melakukan langkah-langkah sebagai berikut :
  1.    Melakukan restrukturisasi dan rekapitulasi perbankan melalui pembentukan BPPN (Badan Penyehatan Perbankan Nasional) dan unit Pengelola Aset Negara
  2. Melikuidasi beberapa bank yang bermasalah
  3.  Menaikkan nilai tukar rupiah terhadap dolar hingga di bawah Rp. 10.000,00
  4.  Membentuk lembaga pemantau dan penyelesaian masalah utang luar negeri
  5. Mengimplementasikan reformasi ekonomi yang disyaratkan IMF
  6. Mengesahkan UU No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan yang Tidak Sehat
  7. Mengesahkan UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Pemerintahan presiden B.J. Habibie yang mengawali masa reformasi belum melakukan manuver-manuver yang cukup tajam dalam bidang ekonomi.
  •   Masa Kepemimpinan Abdurahman Wahid (1999-2001)
Keadaan  Ekonomi pada masa Abdurahman Wahid :
  1.        Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, kondisi perekonomian Indonesia mulai mengarah pada perbaikan, di antaranya pertumbuhan PDB yang mulai positif, laju inflasi dan tingkat suku bunga yang rendah, sehingga kondisi moneter dalam negeri juga sudah mulai stabil.
  2.        Hubungan pemerintah dibawah pimpinan Abdurahman Wahid dengan IMF juga kurang baik, yang dikarenakan masalah, seperti Amandemen UU No.23 tahun 1999 mengenai bank Indonesia, penerapan otonomi daerah (kebebasan daerah untuk pinjam uang dari luar negeri) dan revisi APBN 2001 yang terus tertunda.
  3.       Politik dan sosial yang tidak stabil semakin parah yang membuat investor asing menjadi enggan untuk menanamkan modal di Indonesia.
  4.       Makin rumitnya persoalan ekonomi ditandai lagi dengan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang cenderung negatif, bahkan merosot hingga 300 poin, dikarenakan lebih banyaknya kegiatan penjualan daripada kegiatan pembelian dalam perdagangan saham di dalam negeri.
  •         Masa kepemimpinan Megawati Soekarnoputri (2001-2004)
Pada masa pemerintahan Megawati, pertumbuhan ekonomi Indonesia secara bertahap terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada 2002, pertumbuhan Indonesia mencapai 4,5 persen dari 3,64 persen pada tahun sebelumnya.
Kemudian, pada 2003, ekonomi tumbuh menjadi 4,78 persen. Di akhir pemerintahan Megawati pada 2004, ekonomi Indonesia tumbuh 5,03 persen.
Tingkat kemiskinan pun terus turun dari 18,4 persen pada 2001, 18,2 persen pada 2002, 17,4 persen pada 2003, dan 16,7 persen pada 2004.
Perbaikan yang dilakukan pemerintah saat itu yakni menjaga sektor perbankan lebih ketat hingga menerbitkan surat utang atau obligasi secara langsung.
Perekonomian Indonesia mulai terarah kembali. Meski tak ada lagi repelita seperti di era Soeharto, namun ekonomi Indonesia bisa lebih mandiri dengan tumbuhnya pelaku-pelaku ekonomi.
Tetapi, masih ada beberapa masalah-masalah yang mendesak untuk dipecahkan adalah pemulihan ekonomi dan penegakan hukum. Kebijakan-kebijakan yang ditempuh untuk mengatasi persoalan-persoalan ekonomi antara lain :
  1.       Meminta penundaan pembayaran utang sebesar US$ 5,8 milyar pada pertemuan Paris Club ke-3 dan mengalokasikan pembayaran utang luar negeri sebesar Rp 116.3 triliun.
  2.       Kebijakan privatisasi BUMN. Privatisasi adalah menjual perusahaan negara di dalam periode krisis dengan tujuan melindungi perusahaan negara dari intervensi kekuatan-kekuatan politik dan mengurangi beban negara. Hasil penjualan itu berhasil menaikkan pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4,1 %. Namun kebijakan ini memicu banyak kontroversi, karena BUMN yang diprivatisasi dijual ke perusahaan asing.
  3.       Di masa ini juga direalisasikan berdirinya KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), tetapi belum ada gebrakan konkrit dalam pemberantasan korupsi. Padahal keberadaan korupsi membuat banyak investor berpikir dua kali untuk menanamkan modal di Indonesia, dan mengganggu jalannya pembangunan nasional.
  • Masa Kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono (2004-2014)
Pertumbuhan ekonomi Indonesia di bawah kepemimpinan Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) relatif stabil. Pertumbuhan Indonesia cukup menggembirakan di awal pemerintahannya, yakni 5,69 persen pada 2005.
Pada 2006, pertumbuhan ekonomi Indonesia sedikit melambat jadi 5,5 persen. Di tahun berikutnya, ekonomi Indonesia tumbuh di atas 6 persen, tepatnya 6,35 persen.
Lalu, pada 2008, pertumbuhan ekonomi masih di atas 6 persen meski turun tipis ke angka 6,01 persen. Saat itu, impor Indonesia terbilang tinggi. Namun, angka ekspor juga tinggi sehingga neraca perdagangan lumayan berimbang.
Pada 2009, di akhir periode pertama sekaligus awal periode kedua kepemimpinan SBY, ekonomi Indonesia tumbuh melambat di angka 4,63 persen.
Pada 2009, di akhir periode pertama sekaligus awal periode kedua kepemimpinan SBY, ekonomi Indonesia tumbuh melambat di angka 4,63 persen.
Meski begitu, Indonesia masih bisa mempertahankan pertumbuhan ekonomi walaupun melambat. Pada tahun itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia masuk tiga terbaik di dunia.
Lalu, pada 2010, ekonomi Indonesia kembali tumbuh dengan capaian 6,22 persen. Pemerintah juga mulai merancang rencana percepatan pembangunan ekonomi Indonesia jangka panjang.
Pada 2011, ekonomi Indonesia tumbuh 6,49 persen, berlanjut dengan pertumbuhan di atas 6 persen pada 2012 yaitu di level 6,23 persen. Namun, perlambatan kembali terjadi setelah itu, dengan capaian 5,56 persen pada 2013 dan 5,01 persen pada 2014.
Kebijakan – Kebijakan yang dilakukan oleh Susilo Bambang Yudhoyono
  1.       Kebijakan kontroversial pertama presiden Yudhoyono adalah mengurangi subsidi BBM, atau dengan kata lain menaikkan harga BBM. Kebijakan ini dilatar belakangi oleh naiknya harga minyak dunia. Anggaran subsidi BBM dialihkan ke subsidi sektor pendidikan dan kesehatan, serta bidang-bidang yang mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat.
  2.        Kebijakan kontroversial pertama itu menimbulkan kebijakan kontroversial kedua, yakni Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi masyarakat miskin. Kebanyakan BLT tidak sampai ke tangan yang berhak, dan pembagiannya menimbulkan berbagai masalah sosial.
  3.       Kebijakan yang ditempuh untuk meningkatkan pendapatan perkapita adalah mengandalkan pembangunan infrastruktur massal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi serta mengundang investor asing dengan janji memperbaiki iklim investasi. Salah satunya adalah diadakannya Indonesian Infrastructure Summit pada bulan November 2006 lalu, yang mempertemukan para investor dengan kepala-kepala daerah.
  • Masa Kepemimpinan Joko Widodo (2014-sekarang)
Pada masa pemerintahan Joko Widodo merombak struktur APBN dengan lebih mendorong investasi, pembangunan infrastruktur, dan melakukan efisiensi agar Indonesia lebih berdaya saing.
Namun, grafik pertumbuhan ekonomi Indonesia selama empat tahun masa pemerintahan Jokowi terus berada di bawah pertumbuhan pada era SBY.
Pada 2015, perekonomian Indonesia kembali terlihat rapuh. Rupiah terus menerus melemah terhadap dollar AS. Saat itu, ekonomi Indonesia tumbuh 4,88 persen.
Di era Jokowi arah perekonomian Indonesia tak terlihat jelas. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) seolah hanya sebagai dokumen tanpa pengawasan dalam implementasinya.
Dalam kondisi itu, tak diketahui sejauh mana RPJMN terealisasi. Ini tidak seperti repelita yang lebih fokus dan pengawasannya dilakukan dengan baik sehingga bisa dijaga.
Pada 2016, ekonomi Indonesia mulai terdongkrak tumbuh 5,03 persen. Dilanjutkan dengan pertumbuhan ekonomi tahun 2017 sebesar 5,17.
Berdasarkan asumsi makro dalam APBN 2018, pemerintah memprediksi pertumbuhan ekonomis 2018 secara keseluruhan mencapai 5,4 persen. Namun, pertumbuhan ekonomi di kuartal I-2018 ternyata tak cukup menggembirakan, hanya 5,06 persen.
Sementara pada kuartal II-2018, ekonomi tumbuh 5,27 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Hanya ada sedikit perbaikan dibandingkan kuartal sebelumnya.
Pada Senin (5/11/2018), BPS mengumumkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III-2018 sebesar 5,17 persen, malah melambat lagi dibandingkan kuartal sebelumnya. Inflasi yang bisa dipertahankan di bawah 4%. Layaknya negara di Eropa, inflasi tidak pernah nyaris di atas 5%.

Pemerataan ekonomi juga sudah dilakukan pemerintah lewat pembangunan infrastruktur. Hal itu dilihat dari 223 proyek strategis nasional (PSN) yang terletak di seluruh Indonesia. Yakni sebanyak 53 proyek (Rp 545,8 triliun) di Sumatera, 89 proyek (Rp 995,9 triliun), Sulawesi 27 proyek (Rp 308,3 triliun), Kalimantan 17 proyek (Rp 481 triliun), Bali dan Nusa Tenggara 13 proyek (9,4 triliun), Maluku dan Papua 12 proyek (464 triliun), dan 12 proyek dan tiga program nasional (1.345,7 triliun).

Sekian penjelasan tentang Sejarah Perekonomian Indonesia, semoga dapat dipahami dengan baik dan benar, mohon maaf apabila dalam penulisan ini masih banyak kesalahan. Terima Kasih....

Referensi :